Marak Kebocoran Data, Perlu Payung Hukum Komprehensif Dukung Keamanan Siber
Terbaru

Marak Kebocoran Data, Perlu Payung Hukum Komprehensif Dukung Keamanan Siber

Pembahasan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber perlu dilanjutkan dan dalam pelaksanaannya perlu melibatkan pihak swasta dan publik.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Marak Kebocoran Data, Perlu Payung Hukum Komprehensif Dukung Keamanan Siber
Hukumonline

Maraknya kebocoran data yang terjadi saat ini perlu direspons dari aspek hukum. Agar menciptakan keaman siber yang kokoh payung hukum yang komprehensif diperlukan untuk memastikan keamanan ekosistem digital bagi para pemangku kepentingannya.

“Berbagai kebijakan pembatasan sosial yang diberlakukan selama pandemi Covid-19 telah membawa perubahan dalam perilaku konsumen serta mempercepat transformasi digital Indonesia. Urgensi untuk menjamin keamanan siber menjadi semakin besar,” jelas Head of Economic Opportunities Research dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Trissia Wijaya, Kamis (15/9).

Pembahasan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber perlu dilanjutkan dan dalam pelaksanaannya perlu melibatkan pihak swasta dan publik. Masukan dan best practice dari para pemangku kepentingan sangat dibutuhkan untuk menciptakan UU yang mampu merespons permasalahan dan mengakomodir kepentingan semua pihak. RUU ini kerap dikritik keras karena perumusannya di tahun 2019 minim dari partisipasi publik. RUU ini kemudian dikeluarkan dari Program Legislasi Nasional tahun 2020 dan 2021.

Baca Juga:

Trissia menjelaskan, penanganan ancaman kejahatan siber tidak berjalan optimal karena saat ini payung hukum keamanan dan ketahanan siber masih terfragmentasi di beberapa kementerian. Kurangnya payung hukum yang komprehensif menyebabkan adanya tumpang tindih wewenang dan tanggung jawab sehingga berpotensi menyebabkan tertundanya respons pemerintah terhadap ancaman siber yang semakin meningkat.

Penelitian CIPS memperlihatkan bahwa keamanan siber mencakup praktik, tindakan dan upaya melindungi ekosistem siber termasuk aset perusahaan dan pengguna, dari serangan berbahaya yang bertujuan mengganggu kerahasiaan, integritas dan ketersediaan informasi atau data.

Aset-aset yang dimaksud, termasuk tapi tidak terbatas pada, perangkat komputasi yang saling terhubung, infrastruktur penting, server, jaringan, dan informasi yang disimpan atau ditransmisikan dalam ekosistem siber. Untuk mendapatkan RUU yang responsif dan mengakomodir kepentingan semua pemangku kepentingan, CIPS merekomendasikan, antara lain, perlunya Public-Private Dialogue (PPD) dalam pembahasan RUU.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait