Marak Pelanggaran Hukum Siber, Literasi Digital Perlu Terintegrasi Kurikulum
Berita

Marak Pelanggaran Hukum Siber, Literasi Digital Perlu Terintegrasi Kurikulum

Salah satu faktor penyebab rendahnya literasi masyarakat Indonesia adalah kurangnya penekanan pada keterampilan berpikir kritis sejak usia dini.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 6 Menit

Di sisi lain, 70 persen orang dewasa Indonesia berada di level 1 bahkan di bawahnya dalam bidang literasi menurut menurut Survey of Adult Skills tahun 2015. Dua survei ini memperlihatkan bahwa meskipun mayoritas orang Indonesia dapat memahami teks sederhana menggunakan kosakata dasar, mereka mengalami kesulitan untuk memahami dan secara kritis mengevaluasi teks yang panjang dan kompleks. 

“Pemerintah perlu meneruskan upaya yang terstruktur untuk meningkatkan konektivitas antar daerah di Indonesia untuk memperkecil kesenjangan antara satu daerah dengan daerah lainnya. Hal ini akan membantu banyak hal, tidak hanya pendidikan, tetapi juga membuka peluang ekonomi bagi masyarakat,” jelas Nadia.

Indonesia memiliki tantangan struktural, yaitu ketimpangan akses internet antar daerah. Berdasarkan data dari BPS, persentase rumah tangga yang dapat mengakses internet tertinggi berada pulau Jawa dan lebih rendah di wilayah timur Indonesia. Sebagai contoh, persentase rumah tangga tertinggi yang mengakses internet ada di provinsi DKI Jakarta sebesar 93,33% dan terendah di Papua sebesar 31,31%. Sebelum pandemi, persentase masyarakat berusia 5-24 tahun yang menggunakan internet meningkat dalam empat tahun terakhir, dari 33,98% ke 59,3%.

Seperempat dari populasi pengguna internet di Indonesia adalah anak-anak dan remaja. Dapat diperkirakan adanya peningkatan pengguna internet di kalangan anak-anak dan remaja selama masa pandemi akibat kebijakan Belajar dari Rumah (BDR). Peningkatan aktivitas secara daring selama masa pandemi ini semakin memperkuat urgensi peningkatan digital literasi bagi masyarakat. 

Untuk mendukung upaya peningkatan literasi digital, Nadia merekomendasikan beberapa hal. Pertama, mengingat urgensi peningkatan literasi digital, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Agama (Kemenag) harus berpikir ulang dalam menyusun kurikulum mata pelajaran TIK agar sesuai dengan tuntutan zaman.

Ada baiknya apabila konten pembelajaran TIK lebih memprioritaskan pengajaran dalam penggunaan dan menyampaikan informasi yang didapat secara daring dengan bertanggung jawab, mengidentifikasi informasi daring yang dapat dipercaya dan cara mengamankan peserta didik selama aktivitas daring mereka. Kompetensi seperti ini akan sangat relevan dengan tuntutan era digital saat ini.

Di sisi lain, upaya ini perlu diimbangi dengan keterlibatan orang tua dalam mengawasi anaknya. Ada baiknya Kemendikbud juga menjalin kerjasama yang komprehensif dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) yang memiliki berbagai inisiatif terkait dengan literasi digital seperti Siberkreasi. 

Tags:

Berita Terkait