Marak Pelanggaran Hukum Siber, Literasi Digital Perlu Terintegrasi Kurikulum
Berita

Marak Pelanggaran Hukum Siber, Literasi Digital Perlu Terintegrasi Kurikulum

Salah satu faktor penyebab rendahnya literasi masyarakat Indonesia adalah kurangnya penekanan pada keterampilan berpikir kritis sejak usia dini.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 6 Menit

Kurikulum ini harus diprioritaskan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam menganalisis, mengevaluasi, dan membagikan informasi digital secara bertanggung jawab. Selain itu, penting pula membekali peserta didik dengan kemampuan untuk mengidentifikasi sumber informasi yang dapat dipercaya, kiat-kiat untuk melindungi diri mereka selama aktivitas daring mereka agar terhindar dari berbagai kasus pelanggaran hukum siber.

Kedua, Kemendikbud dan Kemenag perlu mengevaluasi bagaimana berpikir kritis diintegrasikan dalam pembelajaran di sekolah. Kebiasaan seperti bekerja secara berkelompok dengan teman sekelas, memperbanyak porsi soal-soal latihan yang mengasah pemikiran kritis dan memupuk model pembelajaran yang mengutamakan kebiasaan bertanya, menganalisis dan menyatakan argumen dalam diskusi harus diperkuat sebagai pondasi dalam peningkatan literasi digital.

Upaya ini dilakukan oleh negara-negara maju yang memiliki literasi digital yang tinggi seperti Swiss dan Finlandia. Indonesia dapat mengambil contoh dari negara-negara yang sukses mengimplementasikan materi literasi digital dan menerapkannya dengan konteks lokal.

“Materi literasi digital juga harus disertakan dalam pelatihan guru. Tanpa meningkatkan kompetensi TIK yang rendah dan pedagogi berpikir kritis di antara para guru, mereka tidak akan dapat berperan dalam meningkatkan literasi digital siswa. Jadi materi literasi digital tidak hanya perlu disertakan dalam kurikulum 2013 tapi juga dalam kurikulum pelatihan guru. Hal ini juga merupakan bentuk adaptasi pemerintah terhadap tantangan yang dihadapi para guru di masa sekarang ini,” terangnya.

Selanjutnya, internet merupakan kawasan yang dinamis dan selalu berubah dan tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pendidikan akan kesulitan untuk mengejar ketertinggalan. Untuk meningkatkan dinamisme pendidikan literasi digital, Kemendikbud dan Kemenag harus berkoordinasi dengan Kemenkominfo dan menjalin kemitraan dengan para ahli dari sektor swasta. Sektor swasta telah terlibat dalam seminar publik dan talkshow melalui program Siberkreasi. Tetapi tidak dalam penyempurnaan kurikulum sekolah. Tenaga ahli eksternal ini dapat membantu pemerintah merumuskan indikator yang relevan untuk kurikulum literasi digital.

Terakhir, peningkatan akses dan teknologi Internet, terutama di daerah pedesaan di Indonesia, harus tetap menjadi prioritas pemerintah untuk mengatasi kesenjangan digital dan membuka peluang bagi keluarga yang kurang beruntung. Kemenkominfo berencana untuk melengkapi sekitar 12.000 desa dengan akses Internet. Keterlibatan swasta yang selama ini dipertimbangkan harus didorong. Kemendikbud dan Kemenag juga harus bekerja sama dengan sektor swasta untuk melengkapi sekolah, terutama di pedesaan, dengan laptop/komputer.

Masyarakat Perlu Bijak

Sebelumnya, advokat dan konsultan hukum Justika.com, Rizky Rahmawati Pasaribu, mengimbau masyarakat agar lebih bijak dan menambah pemahamannya mengenai hukum digital agar dapat mengetahui hak-hak dan kewajiban, serta terhindar dari permasalahan hukum. Dia menjelaskan permasalahan paling awam ditemui yaitu penyebaran hoax. Masyarakat masih gemar menyebarkan berita abu-abu kebenarnnya melalui media sosial.

Tags:

Berita Terkait