Marianna Sutadi: Menyingkap Tabir Pengadilan dengan Kuda Putih
Terbaru

Marianna Sutadi: Menyingkap Tabir Pengadilan dengan Kuda Putih

MA memilih publikasi putusan sebagai quick win untuk menunjukkan ke khalayak bahwa mereka sedang berbenah diri. Butuh ‘kuda putih' agar publik menyadari sudah ada perbedaan.

Oleh:
NNC/ISA
Bacaan 2 Menit

Saya sama sekali tidak terpengaruh. Kalau boleh berterus terang, ini mulai saya bicara dengan teman-teman, justru kami membuat rancangan keputusan MA ini dengan mengundang unsur-unsur non hakim. Dari situ kita dapat pandangan yang objektif. Kalau kita mau berdalih, yang namanya Surat Keputusan MA kan boleh-boleh saja dibuat-buat sendiri sesuai kemauan kita sendiri. Tapi menurut hemat kami, itu tidak akan bagus hasilnya. Makanya itu, kita justru mengundang orang-orang dari non pengadilan, seperti akademisi, LSM, untuk melihat MA dari sudut pandang orang luar.

 

Kalau nanti RUU KIP itu sudah disahkan menjadi UU dan  SK KMA ini malah berbenturan dengan UU itu?

Saya kira tida. Karena begini. Memang di sini kalimat dalam Pasalnya bagus betul. Setiap orang berhak memperoleh informasi dari pengadilan sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Dia tidak boleh bertentangan dengan UU. Itu jelas. Tentu kita sesuaikan. Ada kemungkinan, yang di sini informasi itu tidak kita beri, tapi menurut ketentuan UU tersebut kelak harus informasikan, kita harus tunduk. Karena harus tunduk dengan peraturan perundang-undang.

 

Anda mengatakan dengan bisa diaksesnya putusan pengadilan sesuai SK KMA, setiap orang dapat membaca putusan tersebut secara lengkap, sehingga masih tepatkah ungkapan bahwa Putusan MA tidak ada yang bermutu. Apa maksudnya?

Jadi begini. Masih ingat kan di surat-surat kabar, masyarakat berkomentar, putusan-putusan MA tidak bermutu. Saya jadi bertanya, putusan-putusan MA tidak bermutu, itu kan artinya sama sekali tidak ada putusan yang bermutu. Apakah orang itu sudah baca putusan MA? Konon katanya sulit mendapat putusan MA. Putusan mana yang dinilai begitu. Karena itu saya berharap, kalau kita sudah kita masukkan ke website, orang bisa mengakses secara langsung, bisa lihat dong pertimbangannya. Makanya yang kami perlihatkan adalah putusan Davidoff. Kita membatalkan pendaftaran perusahaan di Indonesia yang mendaftarkan lebih dahulu merk Davidoff. Itu menunjukkan bahwa kita memperhatikan ketentuan-ketentuan yang diambil oleh UU Merek bahwa well-known brand itu dilindungi. Tidak mungkin merk Davidoff itu dibikin sebagai merek rokok di Pematang Siantar. Itu sudah ketahuan kan. Itu tidak boleh. Seperti dulu ada dompet Dunhill di Cibaduyut. Nggak boleh seperti itu. Itu merek-merek terkenal. Kita hidup di negara ini justru tidak  membiarkan orang asal memakai nama merk, menjalankan usaha  dengan merugikan orang lain. Tidak boleh itu.

 

Apakah pernyataan  itu juga merupakan sebuah tantangan bagi hakim-hakim agar memutus lebih baik dan bermutu?

Itu yang saya maksud. Pisau bermata dua. Untuk publik dan untuk hakim sendiri. Hakim akan berusaha terbaik agar putusannya tidak disalah-salahkan oleh publik. Tapi begini, apakah orang kalau ada pertimbangan begini lalu masih dikatakan tidak bermutu. Misalnya dalam sebuah perkara, ada terdakwa seorang penyidik dari KPK, Suparman. Di dalam kasasinya pengacara Suparman keberatan karena menurut dia, Suparman hanya diberi, sifatnya tidak memaksa saat menyerahkan barang padahal Suparman tidak meminta. Jadi tidak bisa dikenai korupsi. Tidak ada paksaan secara fisik dalam peristiwa itu. Lalu hakimnya bilang, di tingkat pertama lalu dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi (PT), ada paksaan-paksaan psikis. Karena memang tidak ada acara penguasaan fisik dan memaksa secara fisik, misalnya dengan menodong pistol. Tapi pengacara bersikukuh keberatan. Dalam memori kasasinya dia mengatakan tidak ada itu istilah pemaksaan psikis. Lalu MA berpandangan bahwa kita harus menguraikan apa arti paksaan psikis di sini. Memang penyidik KPK itu sama sekali tidak meminta atau memaksa. Tapi dia tiba-tiba datang ke seseorang, lalu bilang, Bu, ibu kena perkara. Lalu dia bilang, Bu saya mau pergi ke Bandung. Itu memang tidak secara langsung memaksa, tapi apa juga iya seorang didatangi penyidik KPK memberi kabar yang mengancam diri lalu dia bilang seperti itu tidak mengerti apa maksudnya. Jadi untuk hakim-hakim bisa membaca langsung, putusannya begini-begini, pertimbangannya seperti itu.

 

Apakah nanti putusan itu bisa menjadi semacam yurisprudensi?

Saya sih inginnya begitu. Setidaknya membantu hakim untuk belajar, untuk membaca. Walaupun sistem hukum kita ini bisa dikatakan tidak mengikat seperti di sistem Common Law, tapi secara tidak langsung pasti akan berpengaruh, putusan MA akan mengikat. Karena putusan yang menyimpang dari yurisprudensi, tanpa dasar hukum tetap akan dibatalkan oleh MA.

Tags: