Masalah buruh dan Solusi Capres-Cawapres
Kolom

Masalah buruh dan Solusi Capres-Cawapres

Masing-masing pasangan capres-cawapres sudah memaparkan visi dan misi terkait perubahan.

Bacaan 2 Menit
Foto: Koleksi Pribadi (Edit: RES)
Foto: Koleksi Pribadi (Edit: RES)
Masalah buruh
Permasalahan buruh yang ada sampai saat ini disebabkan karena pendekatan penyelesaiannya selalu menggunakan model-model penyelesaian yang sama atau hampir sama. Upaya menguraikan permasalahan buruh dari Pemerintah yang berkuasa saat ini maupun rezim-rezim sebelumnya tidak pernah beranjak dari model-model yang ada. Pemerintah terkesan tidak mengetahui akar masalah yang dihadapi pelaku utama hubungan industrial yaitu Buruh dan Pengusaha.

Permasalahan perburuhan yang ada sampai saat ini lebih disebabkan karena faktor-faktor di luar hubungan kerja/industrial itu sendiri, misalnya:  
  1. Ketimpangan jumlah lapangan kerja dan jumlah tenaga kerja yang mengakibatkan posisi buruh atau tenaga kerja dalam posisi yang lemah; 
  2. Hak-hak dasar atau hak-hak normatif yang seharusnya dinikmati oleh warga negara termasuk buruh dan saat ini belum bisa dipenuhi oleh Negara, antara lain: pendidikan yang murah dan berkualitas, transportasi umum yang murah, layak dan aman, biaya kesehatan/ jaminan kesehatan, harga-harga kebutuhan pokok, perumahan, jaminan hari tua untuk warga negara yg sudah berusia lanjut ; jaminan mendapatkan pekerjaan;
  3. Hak-hak di bidang hukum, antara lain: perlindungan hukum bagi buruh yang melakukan kegiatan serikat pekerja, pengawasan pemerintah terhadap pelanggaran hak-hak buruh, ketakutan akan pemutusan hubungan kerja (PHK);
Permasalahan-permasalahan yang sebenarnya berasal dari luar pelaku utama hubungan industrial tersebut saat ini tidak bisa dikendalikan atau diselesaikan dengan baik oleh negara. Akibatnya, faktor-faktor  di luar hubungan industrial tersebut sering menjadi topik perselisihan buruh dan pengusaha.

Kesimpulan dalam menyikapi persoalan-persoalan buruh adalah negara tidak melaksanakan secara benar ketentuan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menyebutkan, “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Negara yang diwakili oleh pemerintah yang berkuasa telah memindahtangankan tanggungjawab sebagaimana tertuang dalam Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 kepada pelaku dunia usaha/pengusaha.

Rezim yang berkuasa seharusnya melindungi buruh karena posisi buruh yang lemah. Sebagaimana pendapat salah seorang ahli hukum yang menyatakan bahwa "ketidaksamaan sosial dan ekonomi harus diatur sedemikian rupa sehingga perlu diperhatikan azas atau dua prinsip yaitu: the different principle dan the principle of fair equality of opportunity, kedua prinsip tersebut diharapkan memberikan keuntungan terbesar bagi orang-orang yang kurang beruntung”. (John Rawls, A Theory of Justice, 1997).

Tentu saja orang-orang yang kurang beruntung meliputi para buruh. Pemerintah seharusnya memberikan perlindungan kepada buruh dan sekaligus memberikan jaminan kepada pengusaha berupa kenyamanan dalam berinvestasi serta mengembangkan usahanya.

Tuntutan-tuntutan Buruh
Buruh sampai saat ini terus menyuarakan 10 tuntutan sebagaimana mereka suarakan dalam perayaan Hari Buruh Internasional tahun 2014. 10 tuntutan itu antara lain:
1. Kenaikan upah minimum 2015 sebesar 30 persen dan revisi komponen standar kebutuhan hidup layak (KHL) menjadi 84 item;
2. Tolak penangguhan upah minimum;
3. Jalankan jaminan pensiun wajib bagi buruh pada juli 2015;
4. Jalankan jaminan kesehatan seluruh rakyat dengan cara cabut Permenkes Nomor 69 Tahun 2013 tentang tarif serta ganti INA CBG dengan free for service, audit BPJS kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan;
5. Hapus alih daya (outsourcing), khususnya alih daya di BUMN dan pengangkatan sebagai pekerja tetap seluruh pekerja alih daya;  
6. Sahkan RUU PRT dan revisi UU Nomor 39 tahun 2004 tentang Perlindungan TKI ;
7. Cabut UU Ormas ganti dengan UU Perkumpulan;
8. Angkat pegawai dan guru honorer menjadi PNS, serta subsidi Rp1 juta per orang perbulan dari APBN untuk guru honorer;
9. Sediakan transportasi publik dan perumahan untuk buruh;
10. Jalankan wajib belajar 12 tahun dan beasiswa untuk anak buruh hingga perguruan tinggi.

Menarik untuk dicermati karena salah satu calon presiden telah melakukan ‘kontrak politik’ dengan kelompok buruh tersebut dan sepakat mewujudkannya. Apakah tuntutan tersebut akan benar-benar dilaksanakan oleh calon presiden tersebut dan apakah semua persoalan buruh dapat diselesaikan? Solusi apa yang ditawarkan oleh Capres dan Cawapres dalam mengurai permasalahan buruh? Salah satu cara untuk mengetahuinya adalah melalui visi dan misi capres dan cawapresnya (http://www.kpu.go.id/).

Solusi Capres Cawapres
Prabowo-Hatta mempunyai visi pandangan yaitu: membangun Indonesia yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur serta bermantabat, dengan tiga misi yang kemudian dituangkan dalam agenda dan program nyata untuk menyelamatkan Indonesia yaitu:
(I) Membangun perekonomian yang kuat, berdaulat, adil dan makmur; dengan cara meningkatkan keharmonisan hubungan industrial dengan jalan memperbaiki koordinasi dan komunikasi antara pekerja, dunia usaha dan pemerintah;
(II) Melaksanakan ekonomi kerakyatan; dengan cara mendorong perbankan nasional dan lembaga keuangan lainnya untuk memprioritaskan penyaluran kredit bagi petani, peternak, nelayan, buruh, pegawai, industri kecil menengah, pedagang tradisional dan pedagang kecil.

Jokowi-JK dengan Visi dan misinya diawali dengan uraian tentang tiga problem pokok bangsa yang salah satunya adalah kelemahan sendi perekonomian bangsa. Belum terselesainya persoalan kemiskinan, kesenjangan sosial, tidak mampu memberi jaminan kesehatan dan kualitas hidup yang layak bagi warganya, gagal dalam memperkecil ketimpangan dan ketidakmerataan pendapatan nasional.

Visi: terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian berlandaskan gotong royong. Misi ini dijabarkan dalam 9 agenda prioritas yaitu:
(1) Pengendalian inflasi harus dilihat sebagai bagian integral dari perjuangan buruh;
(2) Pembangunan perumahan untuk buruh di kawasan industri tidak dapat ditunda lagi;
(3) APBN menjadi bagian penting dari pelayanan hak-hak buruh;
(4) Pelarangan kebijakan alih tenaga kerja di BUMN; 
(5) Menciptakan pertumbuhan ekonomi yang terkait dengan penyerapan tenaga kerja;
(6) Mekanisme proteksi terselubung untuk melindungi tenaga kerja dalam Masyarakat Ekonomi Asean;
(7) Melakukan revisi terhadap UU 39/2004 tentang Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dengan menekankan pada aspek perlindungan;
(8) Mendukung pengesahan UU tentang Sistem dan Komite Pengawas Ketenagakerjaan, UU tentang Sistem Pengupahan dan Perlindungan upah, UU tentang Kesehatan, UU tentang Keperawatan, UU tentang Kebidanan, UU tentang perlindungan pekerja rumah tangga, UU tentang perlindungan pekerja media, UU yang harus direvisi: UU Ketenagakerjaan, UU tentang Penyelesaian hubungan industrial, UU tentang penempatan  dan perlindungangan tenaga kerja Indonesia di luar negeri; 9. Mendukung pengalihan konsorsium asuransi TKI menjadi bagian dari BPJS Kesehatan;
10. Mendorong perubahan UU perseroan terbatas untuk memberikan insentif kepada perusahaan. Insentif diberikan bagi perusahaan yang memberikan hak kepada pekerja untuk dapat membeli saham perusahaan.

Kesimpulan
Visi misi yang dituangkan pasangan Prabowo Hatta masih sangat singkat dan sangat normatif meskipun pada saat peringatan hari buruh Internasional di Gelora Bung Karno tanggal 1 Mei 2014 yang lalu. Salah satu kelebihan Prabowo adalah capres yang berani melakukan kontrak politik dengan mendukung 10 tuntutan meskipun dalam implementasinya nanti masih harus ditunggu kesungguhan dalam mewujudkannya.

Visi misi yang disampaikan pasangan Jokowi JK justru lebih rinci dan terarah. Beberapa langkah yang akan dilakukan Jokowi JK lebih nyata antara lain UU tentang Sistem dan komite Pengawas Ketenagakerjaan, UU tentang Sistem pengupahan dan Perlindungan upah. Kedua UU yang tentunya diharapkan agar ada jaminan penegakan hukum (law enforcement) di bidang perburuhan dan jaminan adanya ketentuan upah yang fair dan adil akan segera terwujud. Jokowi JK juga  akan melakukan revisi terhadap dua  UU penting yang saat ini mengatur tentang perburuhan yaitu UU Nomor 13 Tahun 2003 dan UU Nomor 2 Tahun 2004. 

Apakah visi misi yang disampaikan oleh kedua capres dan cawapres tersebut hanyalah sekadar memberikan janji-janji saja dan apakah langkah-langkah nyata yang akan mereka lakukan untuk mengurai dan menyelesaikan persoalan buruh adalah hal yang sangat menarik untuk kita tunggu. Selanjutnya pilihan kembali kepada rakyat dan para buruh untuk menentukannya.

* Hakim Pengadilan Hubungan Industrial Surabaya dan Mahasiswa S3 Program Ilmu Hukum Universitas Airlangga
Tags:

Berita Terkait