Masih Ada Gagal Paham Konsep Kodifikasi dalam RKUHP
Terbaru

Masih Ada Gagal Paham Konsep Kodifikasi dalam RKUHP

Perlu ada rumusan tegas dalam RKUHP soal posisinya sebagai kodifikasi hukum pidana di Indonesia. Tujuannya untuk menjamin keselarasan dan harmonisasi asas-asas hukum pidana serta penentuan keseriusan delik dan perimbangan ancaman pidana.

Oleh:
Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

RKUHP saat ini dianggap tidak tegas dalam menempatkan posisinya sebagai kodifikasi hukum pidana di Indonesia. Padahal, inti dari kodifikasi adalah menyediakan pedoman umum untuk berbagai ketentuan hukum dalam bidang yang sama. “Kodifikasi itu cukup ada satu buku panduan bagi undang-undang spesifik yang mau mengatur tindak pidana. Nanti di undang-undang spesifik itu tidak perlu mengatur lagi unsur-unsur umum dalam pemidanaan karena merujuk kodifikasi di KUHP,” kata Fachrizal Afandi, Ketua Pusat Pengembangan Riset Sistem Peradilan Pidana (PERSADA) Universitas Brawijaya.

Nella Sumika Putri, Ketua Pusat Studi Kebijakan Kriminal Universitas Padjadjaran menyatakan hal yang sama. Dihubungi secara terpisah, ia menyebut tidak ada rumusan tegas dalam RKUHP bahwa segala pengaturan pemidanaan di luar KUHP harus berpedoman pada RKUHP. “Sangat mungkin tiap undang-undang punya konsep tersendiri,” kata Nella kepada Hukumonline.

Baca Juga:

Nella mengatakan konsep kodifikasi harusnya menempatkan ketentuan suatu undang-undang yang umum melekat pada undang-undang yang spesifik (lex specialis) dalam bidang yang sama. Oleh karena itu, setiap undang-undang yang spesifik tidak mengulang, apalagi membuat rumusan konsep tersendiri. Dalam hal pengaturan tindak pidana, undang-undang yang spesifik harus sinkron dengan KUHP mulai dari aturan umum.

“Perlu ada solusi soal kemungkinan itu. Kalau tidak menjadi pedoman, membuka peluang penegakan hukum yang sewenang-wenang dengan alasan bingung harus gunakan pedoman yang mana. Bisa jadi ada tawar menawar pasal yang digunakan,” ujar Nella menambahkan. Nella dan Fachrizal beserta tim Konsultasi Nasional Pembaruan KUHP 2022 menganggap konsep RKUHP sebagai kodifikasi masih gagal dipahami.

Di satu sisi, Nella dan Fachrizal sependapat sangat wajar terus muncul berbagai undang-undang baru yang spesifik soal tindak pidana di luar KUHP. Hal itu sudah terjadi sejak Indonesia merdeka. Namun, tidak ada rumusan tegas di KUHP yang berlaku bahwa posisinya sebagai kodifikasi atau acuan umum semua undang-undang yang spesifik soal tindak pidana.

Selama ini ada asas yang berlaku dalam penerapan KUHP berkaitan dengan perbarengan tindak pidana yaitu lex specialis derogat legi generali. Asas ini juga menjadi norma dalam Pasal 63 ayat (2) KUHP bahwa jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan. Penerapan Pasal 63 ayat (2) KUHP selama ini mengasumsikan bahwa seluruh unsur dalam ketentuan pidana yang umum pasti diikuti oleh undang-undang yang spesifik.

Akibatnya, tidak ada penghalang mutlak bahwa undang-undang yang spesifik tidak boleh berisi perumusan unsur tindak pidana yang tidak sinkron terhadap KUHP. Itu sebabnya Fachrizal dan Nella beserta tim Konsultasi Nasional Pembaruan KUHP 2022 berpendapat RKUHP harusnya merumuskan secara tegas. Pengaturan yang tegas akan berdampak signifikan. Keselarasan dan harmonisasi asas-asas hukum pidana serta penentuan keseriusan delik dan perimbangan ancaman pidana bisa terjamin.

Tags:

Berita Terkait