Masuki Era Digital, BPSK Diminta Anut Konsep Online Dispute
Berita

Masuki Era Digital, BPSK Diminta Anut Konsep Online Dispute

Dari 200 BPSK yang tersedia di seluruh Indonesia, hanya 70 BPSK yang tercatat aktif memberikan pelayanan kepada konsumen.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Akademisi Tindak Pidana Ekonomi dan Perlindungan Konsumen, Yusuf Shofie. Foto: RES
Akademisi Tindak Pidana Ekonomi dan Perlindungan Konsumen, Yusuf Shofie. Foto: RES

Era digitalisasi merupakan hasil dari kemajuan teknologi yang tak bisa dihindari. Digitalisasi ini ditandai dengan perubahan sikap dan kebiasaan manusia dalam berinteraksi dan melakukan kegiatannya serhari-sehari yang semuanya bisa dilakukan serba online.

 

Dalam konteks ini, potensi sengketa yang muncul antara konsumen dan masyarakat pun cukup tinggi. Selain karena minimnya pengetahuan masyarakat tentang hak dan kewajiban konsumen, perjanjian antar kedua belah pihak yang dilakukan secara elektronik kerap diabaikan dan merugikan konsumen. Salah satu contohnya adalah tentang Pinjaman Online.

 

Akademisi Tindak Pidana Ekonomi dan Perlindungan Konsumen, Yusuf Shofie, mengatakan bahwa untuk menghadapi era digitalisasi, pemerintah mau tidak mau harus melakukan perubahan konsep dalam perlindungan konsumen. Keberadaan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) sudah selayaknya menganut konsep digital.

 

Apa yang dimaksud oleh Yusuf Shofie? Maksudnya adalah BPSK harus siap menyediakan penyelesaian sengketa konsumen melalui online atau online dispute. Menurut Yusuf, efektivitas online dispute lebih baik ketimbang harus bertatap muka dalam beberapa kali pertemuan. Selain mengurangi biaya bagi kedua belah pihak, online dispute juga mempersingkat waktu penyelesaian sengketa.

 

“Kalau bicara tentang strategi, para pihak harus hadir ketika diundang BPSK, untuk memastikan penyelesaian sengketa dengan model apa. Karena bicara digital, digital sendiri di defenisikan apa, apakah online dispute. Kalau online dispute ya tentu juga mengurangi pertemuan para pihak, ya paling banter pada saat choice of forum, saat pembuktian ketika sudah milih mediasi atau arbitrase, dan kemudian putusan, saya kira cukup tiga kali pertemuan. Dan praktik ini harusnya dimungkinkan,” kata Yusuf kepada hukumonline, Senin (29/4).

 

Dengan adanya era digitalisasi, lanjutnya, BPSK harusnya mempermudah akses konsumen untuk melaporkan sengketa. BPSK harus lebih responsif melihat sengketa konsumen yang terjadi.

 

Selain itu, Yusuf juga menyoroti mengenai keberadaan BPSK yang saat ini masih jauh dari harapan. Dari total 200 BPSK yang ada di seluruh Indonesia, hanya 70 BPSK yang aktif memberikan pelayanan kepada konsumen. Sementara sisanya, kegiatannya nyaris tak terlihat.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait