Istilah mafia tanah menjadi populer di kalangan masyarakat setelah munculnya beberapa kasus tanah di Indonesia. Salah satu kasus sengketa tanah yang hingga saat ini masih menjadi perbincangan publik adalah kasus yang dialami oleh artis Nirina Zubir. Aset milik ibu Nirina, Cut Indria Marzuki, yang berkisar Rp17 miliar raib berpindah tangan atau dirampas pihak lain yang dilakukan mantan asisten rumah tangganya dan melibatkan banyak pihak.
Menurut Hakim Pengadilan Negeri Sambas, Kalimantan Barat, Hanry Ichfan Adityo, mafia tanah merupakan salah satu bentuk kejahatan di bidang pertanahan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang saling bekerja sama untuk memiliki ataupun menguasai tanah milik orang lain secara tidak sah. Para pelaku menggunakan cara-cara yang melanggar hukum yang dilakukan secara terencana, rapi, dan sistematis.
Para pelaku mampu merekayasa bukti-bukti kepemilikan karena melibatkan pejabat di bidang pertanahan seperti Notaris/PPAT, BPN dan pemerintah desa dan mampu membuktikan secara autentik penguasaan dan kepemilikan saat berperkara di pengadilan.
Baca Juga:
- Peran Penting Notaris dalam Menanggulangi Sengketa Kepemilikan Tanah
- Notaris Harus Aktif Cegah TPPU dan Pendanaan Terorisme
“Setelah putusan dijatuhkan, kemudian pihak yang menang akan melakukan penerbitan sertipikat dan dilakukannya peralihan hak (jual beli) atau pinjaman kredit,” kata Hanry dalam Seminar Online bertajuk “100 Pembicara Alumni Notariat UI, 100 Tahun Untuk Negeri,” Jumat (5/6).
Akibatnya, terjadilah tumpang tindih kepemilikan tanah. Hanry menjelaskan, modus mafia tanah melakukan kejahatannya dapat melalui pintu masuk tumpang tindih kepemilikan tanah melalui empat cara, pertama memanfaatkan putusan pengadilan sebagai dasar perolehan hak yang didalamnya terdapat unsur permufakatan jahat dengan menggunakan dokumen palsu yang telah disusun oleh oknum aparatur desa dan oknum Notaris/PPAT sebagai bukti dengan tujuan ditetapkan sebagai pemilik yang sah oleh Hakim.
Kedua, memanfaatkan lembaga peradilan di mana sebenarnya para pihak secara nyata bukanlah sebagai pemilik, menjadikan objek putusan pengadilan sebagai dalil bukti pendaftaran tanah ke BPN.