Materi Pamungkas PKPA Angkatan VI, Mengenal Sejarah Organisasi Advokat
Utama

Materi Pamungkas PKPA Angkatan VI, Mengenal Sejarah Organisasi Advokat

Mulai dari masa orde lama, orde baru, dan reformasi. UU Advokat mengamanatkan pembentukan wadah tunggal organisasi advokat yang kemudian melahirkan organisasi advokat yang diberi nama Peradi.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Dia menjelaskan pada masa orde baru sebelum menjadi advokat terlebih dulu harus menjadi pengacara praktik. Shalih mengaku sempat menjadi pengacara praktik selama 4 tahun. Wilayah kerja pengacara praktik sangat terbatas yakni hanya di wilayah pengadilan tinggi dimana pengacara tersebut diambil sumpahnya. Pengacara praktik yang dinyatakan lulus ujian mendapatkan tanda pengenal pengacara praktik dan SK dari Pengadilan Tinggi.

Kala itu, pengacara praktik belum boleh menjadi anggota Peradin dan AAI karena statusnya belum menjadi advokat. Mengingat jumlahnya yang semakin banyak, pada era orde baru ini, mereka membentuk Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI). Pada masa itu totalnya ada 7 organisasi yang didirikan advokat dan pengacara praktik melputi Ikadin, AAI, IPHI, AKHI, HKHPM, SPI, dan HAPI. Ketujuh organisasi advokat itu meminta pemerintah dan DPR untuk membentuk UU yang memberi landasan hukum bagi advokat. Tapi sampai orde baru berakhir tuntutan itu tak kunjung terwujud.

Bergulirnya reformasi dan kebijakan Presiden B.J Habibie yang mempercepat penyelenggaraan Pemilu tahun 1999 menjadi perhatian kalangan advokat. Situasi tersebut dinilai sebagai peluang untuk mendorong UU Advokat. Alhasil, organisasi advokat mendorong anggotanya untuk ikut menjadi peserta Pemilu Legislatif tahun 1999. Beberapa advokat yang berhasil mendapat kursi legislatif, antara lain Teras Narang, Hamdan Zoelva, dan Akil Mochtar. “Singkatnya advokat yang berhasil mendapat kursi di Senayan memperjuangkan RUU Advokat dan berhasil disahkan menjadi UU No.18 Tahun 2003,” kata dia.

Menurut Shalih, saat itu banyak pihak yang berkepentingan terhadap UU Advokat, sehingga ketentuan yang ada dalam UU ini dianggap tidak sesuai dengan harapan advokat. Misalnya, salah satu usulan advokat ketika itu agar diatur usia maksimal untuk diangkat menjadi advokat yakni 40 tahun. Tapi, dalam UU No.18 Tahun 2003 untuk dapat diangkat menjadi advokat berusia sekurang-kurangnya 25 tahun.

“Tujuan kenapa diusulkan 40 tahun agar yang menjadi advokat itu orang yang berkualitas tinggi dan menjalani proses dari awal,” kata dia.

Shalih menambahkan UU Advokat mengamanatkan dalam waktu paling lambat 2 tahun setelah berlakunya UU Advokat untuk membentuk organisasi advokat. Sebelum organisasi advokat itu terbentuk, UU Advokat memandatkan 8 organisasi advokat meliputi Ikadin, AAI, IPHI, HAPI, SPI, AKHI, HKHPM, dan APSI untuk sementara melaksanakan tugas dan wewenang organisasi advokat.

“Ketentuan ini yang akhirnya melahirkan organisasi advokat yang diberi nama Peradi,” katanya.

Tags:

Berita Terkait