Mau Utang ke Bank atau Lembaga Pembiayaan? Jangan Asal Tandatangan!
Utama

Mau Utang ke Bank atau Lembaga Pembiayaan? Jangan Asal Tandatangan!

Perhatikan hal-hal terkecil yang sebetulnya bisa berisiko fatal di kemudian hari.

Oleh:
Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit
Lawyer pada firma hukum Yang & Co, Chitra Intansari, dalam talkshow hukumonline bertajuk Membedah Perjanjian Kredit dan Hukum Jaminan, serta Penyelesaian Kredit Bermasalah”, Rabu (28/11). Foto: RES
Lawyer pada firma hukum Yang & Co, Chitra Intansari, dalam talkshow hukumonline bertajuk Membedah Perjanjian Kredit dan Hukum Jaminan, serta Penyelesaian Kredit Bermasalah”, Rabu (28/11). Foto: RES

Pernahkah anda berutang ke bank dan menandatangani perjanjian kredit? Sudahkah anda mencermati betul pasal-per pasal yang berpotensi merugikan anda dan menegosiasikannya sebelum menandatangi perjanjian kredit? Jangan sampai hanya karena membutuhkan uang pinjaman, debitur malah tak mempedulikan hal-hal terkecil yang sebetulnya bisa berisiko fatal baginya di kemudian hari.

 

Seperti yang disebutkan lawyer pada firma hukum Yang & Co, Chitra Intansari, dalam talkshow hukumonline bertajuk “Membedah Perjanjian Kredit dan Hukum Jaminan, serta Penyelesaian Kredit Bermasalah”, Rabu (28/11), debitur harus jeli dan kritis sebelum menandatangi perjanjian kredit.

 

Utamanya, jika debitur menemukan klausa-klausa yang memberatkan debitur. Setidaknya, beberapa contoh klausula berikut dapat menjadi pegangan bagi debitur untuk diperhatikan sebelum menandatangani perjanjian:

 

1.

Bank berwenang sewaktu-waktu tanpa alasan apapun dan tanpa pemberitahuan sebelumnya secara sepihak menghentikan izin dan menarik kredit.

2.

Kewenangan Bank untuk menentukan harga jual agunan dalam hal eksekusi agunan setelah terjadinya peristiwa wanprestasi yang diakibatkan kredit macet/gagal bayar

3.

Kewajiban debitur untuk tunduk pada segala petunjuk dan peraturan Bank yang telah dan masih akan ditetapkan di kemudian hari

4.

Kuasa debitur kepada Bank yang tidak dapat dicabut kembali untuk dapat melakukan segala tindakan yang dipandang perlu sehubungan dengan pemberian kredit dan pengembalian kembali fasilitas kredit tersebut

5.

Pembuktian secara sepihak oleh Bank perihal kelalaian debitur

6.

Dan lainnya

 

Sekalipun sifat perjanjian kredit secara umum ada yang committed dan uncommitted, berkaitan dengan poin ‘kewenangan bank menarik sewaktu-waktu fasilitas pinjaman atau pembiayaan’, kata Chitra, pada praktiknya dapat mengakibatkan pembatalan sisa pinjaman oleh kreditur tanpa alasan bahkan tanpa pemberitahuan.

 

Padahal, bisa saja usaha debitur baru berjalan dalam rentang waktu 2 hingga 3 bulan yang sudah jelas prospek usahanya masih belum tentu langsung terlihat.

 

(Baca Juga: Syarat dan Ketentuan yang Perlu Dipahami Bila Ingin Pinjam Dana Secara Online)

 

Untuk diketahui, sifat perjanjian kredit committed adalah kewajiban bank untuk memenuhi perjanjian sesuai yang diperjanjikan, kecuali terjadi peristiwa yang memberi hak kepada bank untuk menarik kembali/menangguhkan fasilitas tersebut.

 

Sedangkan uncommitted, yakni bank tidak berkewajiban untuk memenuhi sesuai perjanjian, sehingga Bank dapat mengubah, membatalkan atau menarik kembali fasilitas tersebut setiap saat tanpa persetujuan debitur.

 

Tak hanya itu, soal hal-hal yang dapat menyebabkan ‘pengakhiran’ perjanjian harus juga diperhatikan dengan seksama. Pasalnya, jika salah satu dari pernyataan dan/atau jaminan tidak benar maka bank berhak untuk melakukan pembatalan dan debitur dianggap telah melakukan pelanggaran perjanjian/wanprestasi.

 

“Mencari celah untuk menyatakan ‘debitur wanprestasi’, memang sangat mudah dilakukan dengan hanya melihat ‘adakah penyataan jaminan yang dilanggar?”, kata Chitra.

 

Bila menemukan klausa-klausula seperti itu, sambung Chitra, debitur harus proaktif mengupayakan negosiasi dengan pihak bank karena memang sampai sekarang masih ada saja perjanjian kredit atau klausul baku yang sudah di template-kan oleh bank atau lembaga pembiayaan.

 

(Baca Juga: Sulitnya Eksekusi Aset dalam Perkara Kepailitan)

 

Bahkan berdasarkan pengalamannya, Chitra menyebut tak semua bank men-disclose syarat dan ketentuan kredit ‘di awal’ kepada debiturnya. Ada Bank yang memang Syarat dan Ketentuan Umum (SKU) nya dicantumkan atau dijadikan lampiran dalam perjanjian kredit. Namun, ada juga bank/lembaga Pembiayaan yang SKU-nya justru muncul di tengah-tengah jangka waktu kredit. Akibatnya, debitur terjebak dan kewalahan sendiri dengan perbedaan-perbedaan perjanjian kredit yang ia ketahui diawal dengan ketentuan yang diatur dalam SKU.

 

Sekalipun OJK melalui POJK No. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan telah melarang praktik-praktik curang itu terjadi di sektor jasa keuangan, Chitra menyebut tak bisa dipungkiri bahwa praktik-praktik curang tetap masih bisa saja terjadi.

 

Terlebih dari sisi bisnis kebanyakan orang menghalalkan segala cara asalkan target bisnis tercapai. Sehingga, tugas debiturlah yang juga cermat dan cerdas dalam melindungi dirinya bila hendak berutang dan menandatangani perjanjian kredit.

 

“Apalagi kalau krediturnya belum well-established, terkadang kalau bunganya berubah-ubah mereka tidak memberitahukannya kepada debitur. Ujung-ujungnya, debitur kaget tiba-tiba angsurannya berubah,” ungkap Chitra.

 

Tipsnya, lanjut Chitra, agar tidak terjadi perubahan yang signifikan khususnya soal bunga, debitur harus ikut menghitung besaran sisa hutang dan bunga, kemudian mengkonfirmasikannya kepada pihak Bank/Lembaga Pembiayaan. Jangan sampai debitur hanya ‘meng-asumsikan’ sendiri besaran sisa hutang dan bunganya tanpa konfirmasi. Upaya seperti itu sebetulnya dapat mencegah agar ketika nantinya terjadi gagal bayar, bank tidak menentukan sisa hutangnya secara sepihak dengan perhitungannya sendiri.

 

“Jadi setiap kali pembayaran di cek lagi, disamakan lagi pembukuan yang ada di debitur dan pembukuan yang ada di bank, sudah sama atau belum?, kalau kita punya perhitungan yang sama dengan bank maka perhitungan akhirnya tidak akan jauh meleset,” terang Chitra.

 

Untuk menghindari gugatan debitur wanprestasi atau melanggar isi perjanjian, Lawyer firma hukum Yang & Co lainnya, Marcia Wibisono, juga menjelaskan bahwa harus dipastikan pada hari atau waktu perjanjian kredit itu dibuat, antara klausula perjanjian dengan fakta yang ada pada hari itu telah sesuai.

 

Tags:

Berita Terkait