Melacak Akar Delik Penghinaan Terhadap Kepala Negara dari Memorie van Toelichting WvS

Melacak Akar Delik Penghinaan Terhadap Kepala Negara dari Memorie van Toelichting WvS

​​​​​​​Untuk mencari penjelasan mengenai hal ini harus dilihat pada Memorie van Toelichting (MvT) dari pasal padanannya (berdasarkan asas konkordansi) di Belanda, yaitu Pasal 111 Wetboek van Strafrecht.
Melacak Akar Delik Penghinaan Terhadap Kepala Negara dari Memorie van Toelichting WvS

Pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) kembali bergulir. Salah satu hal yang diatur dalam rancangan tersebut adalah terkait delik penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden. Kurang lebih, terdapat 3 pasal dalam RKUHP yang rumusan normanya mengatur mengenai hal ini. Pasal 217 RKUHP menyebutkan, “Setiap Orang yang menyerang diri Presiden atau Wakil Presiden yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana yang lebih berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun”.

Selanjutnya Pasal 218 ayat (1) RKUHP menyebutkan “Setiap Orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV”. Ayat (2)-nya menyebutkan, “Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri”.

Terakhir, Pasal 219 RKUHP mengatur, “Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV”.

Dirumuskannya ketiga pasal ini dalam RKUHP tentu saja mengundang kembali pro dan kontra yang pernah ada sebelumnya. Sebagaimana diketahui, keberadaan delik penghinaan terhadap kepala negara (lese majeste) dan delik kebencian kepada kepala negara (haatzai artikelen) sebelumnya telah batalkan oleh Mahkamah Konstitusi melalui dua putusannnya: putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 yang pencabutan Pasal 134, 136bis, dan 137 KUHP dan putusan Nomor 6/PUU-V/2007 yang mencabut Pasal 154 dan 155 KUHP. Oleh Mahkamah Konstitusi, lima Pasal dalam KUHP sebagaimana yang diuji melalui dua putusan ini dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat lagi.

Masuk ke akun Anda atau berlangganan untuk mengakses Premium Stories
Premium Stories Professional

Segera masuk ke akun Anda atau berlangganan sekarang untuk Dapatkan Akses Tak Terbatas Premium Stories Hukumonline! Referensi Praktis Profesional Hukum

Premium Stories Professional