Melihat Aturan Main Fintech P2P dari Perspektif UU P2SK dan Strategi Lawan Pinjol Ilegal
Terbaru

Melihat Aturan Main Fintech P2P dari Perspektif UU P2SK dan Strategi Lawan Pinjol Ilegal

Ketentuan paling penting diperhatikan perusahaan P2P lending antara lain keberadaan UU P2SK, industri fintech memiliki payung hukum kuat masuk kategori sektor industri jasa keuangan. Dengan begitu, perusahaan P2P lending harus memiliki izin dari OJK.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit
Founding Members of Hanafiah Ponggawa & Partner  Andre Rahardian (kiri) dan CEO Gradana, Angela S. Oetama (tengah) dalam sebuah diskusi di Jakarta, Jumat (26/5/2023). Foto: RES
Founding Members of Hanafiah Ponggawa & Partner Andre Rahardian (kiri) dan CEO Gradana, Angela S. Oetama (tengah) dalam sebuah diskusi di Jakarta, Jumat (26/5/2023). Foto: RES

Sejak disahkannya UU No.4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) terdapat banyak perkembangan menarik. Seperti mengatur soal industri financial technology alias Fintech. Keberadaan UU tersebun menjadi instrumen dalam melawan pinjaman online (Pinjol) ilegal.

Founding Members of Hanafiah Ponggawa & Partner  Andre Rahardian berpandangan,  kehadiran UU 4/2023 sudah mengatur industri fintech. Pengaturan fintech selama ini hanya tercantum pada level POJK 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi dan Permenkominfo No. 10 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Permenkominfo No. 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik Lingkup Privat.

Andre melihat ketentuan paling penting untuk diperhatikan perusahaan Peer to Peer (P2P) lending antara lain dengan kehadiran UU 4/2023, industri fintech memiliki payung hukum kuat masuk kategori sektor industri jasa keuangan. Dengan begitu, perusahaan P2P lending harus memiliki izin dari OJK sebagai otoritas sektor.

Baca juga:

Kemudian, sistem elektronik yang digunakan juga harus terdaftar pada Kementerian Kominfo dan memiliki tanda daftar Penyelenggaraan Sistem Elektronik (PSE). Selanjutnya, perusahaan P2P lending juga wajib terdaftar sebagai anggota asosiasi, bertindak sebagai pemberi dana dan dilarang melakukan penawaran layanan kepada pengguna melalui sarana komunikasi pribadi tanpa persetujuan.

Hukumonline.com

Founding Members of Hanafiah Ponggawa & Partner  Andre Rahardian. Foto: RES

Andre yang juga anggota Komite Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) itu menerangkan, aspek lain yang harus dipatuhi perusahaan P2P lending yaitu kewajiban menjaga data pribadi pengguna. Dalam penjagaan data pribadi tersebut, perusahaan P2P lending mengacu pada UU No.27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi.

Aturan main yang harus dipatuhi antara lain keharusan mendapatkan persetujuan tertulis dan eksplisit dari pemilik data pribadi, memberikan akses kepada pemilik data pribadi untuk mendapat salinan, melengkapi, memperbaharui dan menghapus data pribadi. Selain itu, perusahaan P2P lending wajib memberikan akses terhadap data pribadi beserta rekam jejak pengolahan data pribadi, harus memantau setiap pihak yang terlibat dalam pemrosesan data pribadi. Kemudian pemrosesan data pribadi diselenggarakan secara khusus untuk anak di bawah umur serta penyandang disabilitas.

Tags:

Berita Terkait