Melihat Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Kepailitan Dunia Usaha
Utama

Melihat Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Kepailitan Dunia Usaha

Ancaman kepailitan terus membayangi dunia usaha di tengah pandemi Covid-19. Penghentian penyebaran virus secepatnya menjadi jalan keluar agar geliat dunia usaha dapat pulih.

Oleh:
Mochammad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Melihat Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Kepailitan Dunia Usaha
Hukumonline

Pandemi Covid-19 memukul telak dunia bisnis tanah air pada hampir seluruh sektor usaha. Kondisi ini mengancam bahkan sudah mengakibatkan sebagian perusahaan berakhir pailit karena tidak mampu memenuhi kewajiban utang. Meski terdapat kebijakan restrukturisasi utang hingga insentif pajak, namun reaksasi tersebut bersifat sementara tanpa ada penghentian penyebaran virus Corona.

Ketua Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Soetrsino Iwantono, menyatakan perkara kepailitan cenderung meningkat pada pandemi Covid-19. Dia menjelaskan industri perhotelan, pariwisata dan restoran merupakan sektor paling parah terkena dampak pandemi Covid-19. Perusahaan berskala kecil hingga besar turut terkena imbas pandemi Covid-19 sehingga terancam pada kepailitan.

“Memang dari krisis ini banyak sekali perusahaan kesulitan keuangan sehingga menunda kewajiban. Sehingga tuntutan pada kepailitan jadi meningkat. Sektor paling terdampak pariwisata, hotel dan restoran. Kemudian juga perdagangan dan ritel juga,” jelas Soetrisno. (Baca Juga: Kepailitan, Momok Menakutkan di Masa Pandemi)

Dibandingkan krisis sebelumnya pada 2008, perkara kepailitan cenderung meningkat. Soetrisno menilai permasalahan krisis saat ini lebih luas tidak hanya terbatas pada moneter dan keuangan tapi juga menyangkut permasalahan kesehatan dan sosial sehingga mengakibatkan kegiatan bisnis terhenti. “Kepailitan lebih parah sekarang karena tidak pandang bulu. Ini karena orang tidak boleh berkumpul karena bahaya,” katanya

Kebijakan pemerintah seperti bantuan sosial, restrukturisasi kredit hingga insentif pajak dianggap mampu mendukung dunia usaha bertahan menghadapi krisis. Namun, kebijakan relaksasi tersebut dinilai Soetrisno hanya bersifat sementara. Pemerintah diminta agar memfokuskan pada penghentian penyebaran virus lebih luas. Menurutnya, tanpa penghentian penyebaran maka risiko krisis terus mengancam perekonomian.

“Bantuan ini sampai seberapa lama sepanjang virusnya masih menular dan peningkatan penularan semakin tinggi. Uang yang digelontorkan akan habis karena sumber masalah tidak dipadamkan. Makanya, untuk semua itu hentikan penyebaran virus dulu,” jelas Soetrisno. (Baca Juga: Perkara Kepailitan dan PKPU Diprediksi Lampaui Krisis 1998)

Dia juga menyoroti bantuan sosial yang masih belum menyeluruh lapisan masyarakat yang terkena dampak pandemi Covid-19. Dia mencontohkan kebijakan insentif bantuan sosial pekerja sebesar Rp2,4 juta hanya terbatas pada peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Padahal, terdapat pekerja pada sektor usaha menengah dan kecil yang membutuhkan bantuan tapi tidak menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. “Padahal, jumlahnya besar dan mereka paling membutuhkan,” ungkapnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait