Melihat Hubungan Tanda Tangan Elektronik Tersertifikasi dengan Syarat Sah Berkontrak
Terbaru

Melihat Hubungan Tanda Tangan Elektronik Tersertifikasi dengan Syarat Sah Berkontrak

Penerapan Tanda Tangan Elektronik tersertifikasi dalam kondisi tertentu dapat menjadi syarat sah dalam berkontrak. Hal ini karena penggunaan TTE tersertifikasi menjadi indikator bahwa para pihak yang berkontrak memiliki kecakapan bertindak.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit
Webinar Hukumonline bekerja sama dengan Privy yang berjudul Pentingnya Tanda Tangan Elektronik Tersertifikasi bagi Industri Jasa Keuangan di Era Digital, Jumat (21/10). Foto: RES
Webinar Hukumonline bekerja sama dengan Privy yang berjudul Pentingnya Tanda Tangan Elektronik Tersertifikasi bagi Industri Jasa Keuangan di Era Digital, Jumat (21/10). Foto: RES

Penerapan tanda tangan elektronik (TTE) tersertifikasi menjadi kebutuhan saat ini sebagai verifikasi identitas dalam suatu kontrak elektronik. Salah satu manfaat yang diperoleh menerapkan TTE tersertifikasi yaitu meminimalkan pemalsuan dokumen seperti kontrak atau perjanjian bisnis.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Edmon Makarim, menjelaskan penerapan TTE tersertifikasi dalam kondisi tertentu dapat menjadi syarat sah dalam berkontrak. Hal ini karena penggunaan TTE tersertifikasi menjadi indikator bahwa para pihak yang berkontrak memiliki kecakapan bertindak.

Berkait dengan syarat sahnya berkontrak bukan hanya konsensus saja tapi ada kecakapan bersikap tindak yang diterangkan dengan keberadaan sistem identitas lewat tanda tangan elektronik,” jelas Edmon dalam webinar Hukumonline bekerja sama dengan Privy yang berjudul “Pentingnya Tanda Tangan Elektronik Tersertifikasi bagi Industri Jasa Keuangan di Era Digital” pada Jumat (21/10).

Baca Juga:

Dia menjelaskan lebih lanjut bahwa penerapan kontrak dengan TTE tersertifikasi memiliki pembuktian lebih kuat. Hal ini karena terdapat pihak ketiga, penyedia layanan TTE tersertifikasi, sebagai penengah dalam persengketaan kontrak. “Gunakan TTE tersertfikasi. Kalau ada penampikan dari dua pihak maka ada pihak penengah yang jadi bukti dan itu akan lebih kuat,” ungkap Edmon.

Memang dalam Undang-Undang No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) membagi dua jenis TTE, yaitu TTE tanpa sertifikasi dan TTE tersertifikasi. Namun, Edmon menegaskan bahwa penerapan TTE tersertifikasi harus dilakukan pada kontrak dalam industri jasa keuangan.

Dengan demikian, dia mendorong agar penerapan TTE tersertifikasi harus dilakukan untuk mengikuti perkembangan ekonomi digital. Selain itu, penerapan TTE tersertifikasi juga meminimalisasi risiko pelanggaran atau fraud.

Tags:

Berita Terkait