Melihat Independensi dan Kompetensi Hakim dalam Putusan PN Jakpus Penundaan Pemilu
Terbaru

Melihat Independensi dan Kompetensi Hakim dalam Putusan PN Jakpus Penundaan Pemilu

Sekalipun terdapat indikasi pelanggaran etik yang dilakukan oleh hakim dalam Putusan 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst, sudah terdapat mekanisme pengawasan oleh MA dan KY. MA mesti menyikapi serius adanya potensi masalah kompetensi dengan menjalankan fungsi pengawasan dan pembinaan hakim.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Peneliti Leip Mentari Anjhanie Ramadhianty. Foto: RES
Peneliti Leip Mentari Anjhanie Ramadhianty. Foto: RES

Beragam kalangan angkat bicara terhadap terbitnya Putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) No.757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst yang mengabulkan gugatan perdata Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU). Perintah penundaan pemilu menjadi menohok KPU dan banyak kalangan yang sudah melaksanakan tahapan pemilu 2024 mendatang.

Peneliti Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (Leip) Mentari Anjhanie Ramadhianty, berpandangan lembaga tempatnya bernaung melihat putusan PN Jakpus dengan dua permasalahan mendasar. Pertama, perlunya menelisik lebih dalam soal independensi hakim. Serta adanya mekanisme upaya hukum dalam merespon putusan No.757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.

“Adanya intervensi langsung maupun penyikapan lembaga lain yang tidak proporsional sejatinya merupakan upaya pengikisan independensi peradilan,” ujarnya melalui keterangannya, Selasa (7/3/2023).

Profesi hakim prinsipnya dalam menjalankan tugas dan kewenangannya serta membuat putusan memiliki independensi yang mesti dihormati semua pihak, sekalipun Mahkamah Agung (MA). Tapi dengan adanya intervensi menjadi bentuk pengikisan independen peradilan. Bagi Mentari, lembaga tempatnya bernaung menilai upaya intervensi yang tidak proporsional juga merupakan wujud pengesampingan kerangka hukum yang sudah ada dalam menyikapi putusan peradilan.

Mentari tak memungkiri adanya persoalan mendasar pada kualitas kompetensi hakim yang menangani putusan atas perkara gugatan perdata yang diajukan Partai PRIMA. Namun sejatinya putusan PN Jakpus belum berkekuatan hukum tetap, sehingga masih sangat terbuka peluang diajukan upaya hukum banding maupun lanjutan melalui mekanisme berdasarkan kerangka hukum yang sudah tersedia.

“Bukan melalui pemanggilan oleh DPR, bahkan penonaktifan,” katanya.

Baca juga:

Mentari menuturkan, lembaganya memahami kegelisahan dan pertanyaan besar publik atas  putusan yang dijatuh. Namun penting bagi berbagai pihak, khususnya legislatif maupun eksekutif untuk tetap menghargai putusan pengadilan. Melalui mekanisme tersebut pula, selain independensi peradilan tetap berjalan, hakim tidak lepas dari tuntutan jabatannya untuk memeriksa dan memutus perkara sesuai dengan kompetensi jabatannya.

Tags:

Berita Terkait