Melihat Kembali POJK Relaksasi Kredit bagi Korban Bencana Alam
Berita

Melihat Kembali POJK Relaksasi Kredit bagi Korban Bencana Alam

Saat gempa dan tsunami di Provinsi Sulawesi Tengah pada 2018, OJK menetapkan kebijakan pemberian perlakuan khusus terhadap kredit dan pembiayaan syariah perbankan, untuk debitur atau proyek yang berada di lokasi bencana.

Oleh:
Mochammad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit

OJK saat itu melaporkan terdapat 13.233 debitur di enam cabang Bank Umum Konvensional yang terdampak bencana alam dengan total baki debet kredit sebesar Rp1,6 triliun. Sementara data dari BPD Sulteng, cabang bank umum, BPR dan perusahaan IKNB masih dalam proses pengumpulan lebih lanjut.

Keputusan Dewan Komisioner menetapkan relaksasi tersebut berlaku selama tiga tahun terhitung sejak tanggal ditetapkan Oktober 2018. Relaksasi tersebut meliputi penilaian kualitas kredit yang ditetapkan pada plafon maksimal Rp5 miliar hanya didasarkan atas ketepatan membayar pokok dan/atau bunga. Sementara itu bagi kredit dengan plafon di atas Rp5 miliar, penetapan Kualitas Kredit tetap mengacu pada ketentuan yang berlaku, yaitu PBI No. 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum. Penetapan Kualitas Kredit bagi BPR didasarkan pada ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga.

Relaksasi juga meliputi kualitas kredit yang direstrukturisasi bagi Bank Umum maupun BPR yang ditetapkan lancar sejak ketentuan tersebut ditetapkan sampai dengan jangka waktu Keputusan Dewan Komisioner. Restrukturisasi kredit tersebut di atas dapat dilakukan terhadap kredit yang disalurkan baik sebelum maupun sesudah terjadinya bencana.

Kemudian, bank juga dapat memberikan Kredit baru bagi debitur yang terkena dampak bencana alam.  Penetapan kualitas kredit baru tersebut di atas dilakukan secara terpisah dengan kualitas kredit yang telah ada sebelumnya.

Relaksasi bagi bank syariah yaitu perlakuan khusus terhadap daerah yang terkena bencana alam berlaku juga bagi penyediaan dana berdasarkan prinsip syariah yang mencakup pembiayaan (mudharabah dan musyarakah), piutang (murabahah, salam, istishna), sewa (ijarah), pinjaman (qardh), dan penyediaan dana lain.

Selain kebijakan untuk perbankan, untuk perusahaan-perusahan di Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) seperti Perusahaan Pembiayaan yang terkena dampak OJK mendorong untuk melakukan pendataan debitur yang terdampak bencana dan mengalami kesulitan pembayaran angsuran.

Untuk perusahaan pembiayaan dapat memberikan relaksasi kepada debitur, antara lain, berupa rescheduling atau penjadwalan ulang pembayaran angsuran, penyesuaian biaya administratif dan/atau penyesuaian denda akibat keterlambatan pembayaran angsuran. Perusahaan pembiayaan diminta melaporkan secara berkala kepada OJK mengenai progres penanganan restrukturisasi debitur yang tertimpa musibah.

Bagi perusahaan perasuransian, OJK mendorong pendataan para tertanggung/pemegang polis asuransi yang mengalami kerugian akibat bencana. Sehingga, dapat segera dilakukan proses penanganan klaim secara profesional dan, jika diperlukan, melakukan jemput bola untuk meringankan beban pemegang polis yang tertimpa musibah.

Tags:

Berita Terkait