Melihat Lagi Kronologi Perkara Hak Tagih Bank Bali Joko Tjandra
Berita

Melihat Lagi Kronologi Perkara Hak Tagih Bank Bali Joko Tjandra

Penasihat hukum membenarkan Joko berada di Indonesia dan mendaftarkan PK di PN Jaksel, namun kini ia telah kembali keluar negeri.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

“Bahwa kemudian keputusan BPPN untuk menggunakan dana dari program penjaminan pemerintah untuk membayar kewajiban BDNI kepada Bank Bali dan bukan dari aset BDNI sendiri, itu adalah sepenuhnya keputusan dan wewenang penuh BPPN yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan JST atau Bank Bali,” kata Anita. (Baca: Putusan PK Joko Tjandra Diwarnai Dissenting)

Serangkaian proses hukum pun telah dilalui Joko, seperti pada September 1999 sampai dengan Agustus 2000 Pemeriksaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 156/Pid.B/2000/ PN.JKT. SEL dimana tuntutan Jaksa tidak terbukti dengan putusan meenyatakan perbuatan terdakwa Joko Soegiarto Tjandra tersebut di atas sebagaimana dalam dakwaan primer terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan perbuatan pidana.

Kedua menyatakan terdakwa Joko Soegiarto Tjandra dilepas dari segala tuntutan hukum (onslag van rechtverfolging), ketiga memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya, keempat membebankan biaya perkara kepada Negara. Kemudian kelima memerintahkan barang bukti berupa dana yang ada dalam Escrow Account Bank Bali No. 0999.045197 sejumlah Rp.546.466.116.369,- dikembalikan kepada PT. Era Giat Prima, sedangkan barang bukti berupa dana yang ada pada BNI 46 Rasuna Said Jakarta Selatan sejumlah Rp.28.756.160 dikembalikan kepada terdakwa Joko Soegiarto Tjandra.

Tak terima, penuntut umum pada 21 September 2000 mengajukan kasasi yang teregister dengan nomor perkara 1688 K/PID/2000 yang diputus pada tanggal 28 Juni 2001. Namun upaya itu ditolak Mahkamah Agung dan menguatkan putusan tingkat pertama. Dan pada 29 Oktober 2001 Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan melakukan eksekusi terhadap putusan

Delapan tahun kemudian yaitu pada 2009 penuntut umum mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap Joko Tjandra ke Mahkamah Agung yang teregister dengan Nomor 12 PK/PID.SUS/2009. Pada  11 Juni 2009 Majelis Peninjauan Kembali MA yang diketuai Djoko Sarwoko dengan anggota I Made Tara, Komariah E Sapardjaja, Mansyur Kertayasa, dan Suwardi memutuskan menerima/ kabul PK yang diajukan Jaksa.

Selain hukuman penjara dua tahun, Joko juga harus membayar denda Rp15 juta. Uang miliknya di Bank Bali sejumlah Rp 546.166.116.369 dirampas untuk negara. Joko Tjandra pun mengajukan PK 22 Juni 2009 JST mengajukan upaya hukum PK yang teregister dengan No. 100 PK/PID.SUS/2009, diputus pada tanggal 20 Februari 2012 tetapi ditolak MA.

Pada 17 Maret 2016 Anna Boentaran selaku istri dari Joko kemudian mengajukan permohonan pengujian Pasal 263 ayat (1) KUHAP terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (“UUD 1945”), dimana permohonan tersebut teregister dengan Nomor 33/PUU-XIV/2016. Dan hasilnya Permohonan Uji Materiil Nomor 33/PUU-XIV/2016 dikabulkan MK yang pada pokoknya berisi penegak hukum seharusnya tidak dapat mengajukan PK.

Isi dari amar putusan tersebut yaitu mengabulkan permohonan Pemohon Pasal 263 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat, yaitu sepanjang dimaknai lain selain yang secara eksplisit tersurat dalam norma a quo.

Lalu Pasal 263 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, yaitu sepanjang dimaknai lain selain yang secara eksplisit tersurat dalam norma a quo dan memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.

Atas dasar itu pada 8 Juni 2020 Joko mengajukan Permohonan PK terhadap Putusan MA No. 12 PK/PID.SUS/2009 tanggal 11 Juni 2009 dan Putusan MK No. 33/PUU-XIV/2016 tanggal 12 Mei 2016 yang bertentangan khususnya terhadap penerapan Pasal 263 ayat (1) KUHAP. Pada 29 Juni 2020 sidang pemeriksaan PK digelar, ia tidak dapat menghadiri persidangan karena sakit.

Tags:

Berita Terkait