Melihat Lagi Landasan Hukum Putusan “Perkara Diteruskan” di Sidang PK Djoko Tjandra
Utama

Melihat Lagi Landasan Hukum Putusan “Perkara Diteruskan” di Sidang PK Djoko Tjandra

​​​​​​​Ada dua SEMA yang terkesan kontradiktif, satu tidak dapat diterima, satu lagi PN wajib menuliskan pendapat di berita acara.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

“Persidangan hari ini yang jelas tim Jaksa menolak menandatangani berita acara terakhir karena jelas sikap kita sidang PK sesuai SEMA Nomor 1 Tahun 2012 dan SEMA Nomor 4 tahun 2016 menyatakan kewajiban terpidana harus hadir. Kalau tidak hadir, harus ditolak. Tapi ternyata di berita acara persidangan tadi terungkap tertulis satu klausul akan diteruskan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Itu yang kami tolak, makanya kami menolak tanda tangan berita acara persidangan,” katanya.

Ridwan menduga dengan klausul tersebut, PN Jaksel berencana meneruskan berkas perkara ke MA. Padahal, kata Ridwan dengan sikap Djoko Tjandra yang selalu mangkir dari persidangan, PN Jaksel seharusnya tidak menerima permohonan PK tersebut. “Ada klausul yang menyatakan perkara ini akan diteruskan sesuai perundang-undangan yang berlaku. Artinya kan bisa juga dikirim ke MA oleh PN. Kita juga kan tahu, tanpa kehadiran terpidana, harusnya ditolak,” ujar Ridwan.

Landasan hukum

Keberatan penuntut atas putusan tersebut memang tidak salah karena berpatokan pada sejumlah aturan perundang-undangan yang berlaku, baik itu hukum acara maupun SEMA. Dalam KUHAP Pasal 265 ayat (2) memang menyatakan dalam pemeriksaan PK harus dihadiri pemohon dan jaksa untuk menyatakan pendapatnya.

Pernyataan SEMA Nomor 1 Tahun 2012 justru lebih tegas lagi dengan menyatakan permohonan PK hanya dapat diajukan terpidana sendiri atau ahli waris. “Permintaan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh kuasa hukum terpidana harus dinyatakan tidak dapat diterima dan berkasnya tidak dilanjutkan ke Mahkamah Agung,” bunyi SEMA tersebut.

SEMA Nomor 7 Tahun 2012 tentang Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar MA Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan menyatakan permohonan PK dan pemeriksaan PK di persidangan harus dihadiri oleh terpidana sendiri dan dapat didampingi oleh penasihat hukum. Permohonan atau pengajuan PK oleh penasihat hukum tidak dibenarkan karena filosofinya kuasa dalam hukum pidana tidak mewakili tetapi mendampingi, jadi Pemohon PK harus hadir.

“Pada prinsipnya kehadiran Pemohon PK dan Jaksa adalah keharusan, kecuali terdapat pelanggaran HAM sebagai jalan tengah untuk kasus-kasus kecil,” bunyi SEMA tersebut. (Baca: Majelis Hakim PK Djoko Tjandra Dinilai Bisa Memutus Tanpa Memperpanjang Sidang)

Tapi dalam SEMA ini menyebut apabila Pemohon PK tidak hadir, sesuai ketentuan Pasal 266 ayat (1) KUHAP, maka perkara PK tidak dapat diterima, dengan pengertian perkara PK tersebut dikembalikan ke PN untuk dilengkapi secara administrasi (dari sudut keadilan). Tetapi kalau sampai ke majelis, maka majelis hakim memberi disposisi kepada Panitera Muda Pidana untuk mengembalikan perkara tersebut.

Tags:

Berita Terkait