Melihat Pedoman Penerapan Keadilan Restoratif di Pengadilan
Utama

Melihat Pedoman Penerapan Keadilan Restoratif di Pengadilan

Keputusan Dirjen Badan Peradilan Umum MA ini mengatur penerapan keadilan restoratif dalam penanganan perkara tindak pidana ringan, perempuan yang berhadapan dengan hukum, anak, dan narkotika di pengadilan negeri.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 7 Menit

Nota Kesepakatan Bersama Ketua MA, Menkumham, Jaksa Agung, Kapolri Nomor 131/KMA/SKB/X/2012, Nomor M.HH-07.HM.03.02 Tahun 2012, Nomor KEP-06/E/EJP/10/2012, Nomor B/39/X/2012 tanggal 17 Oktober 2012 tentang Pelaksanaan Penerapan Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda, Acara Pemeriksaan Cepat Serta Penerapan Keadilan Restoratif.

Peraturan Bersama Ketua MA, Menkumham, Menteri Kesehatan, Menteri Sosial, Jaksa Agung, Kapolri, Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 01/PB/MA/111/2014, Nomor 03 Tahun 2014, Nomor 11 Tahun 2014, Nomor 03 Tahun 2014 Nomor Per-005/A/JA/03/2014 Nomor 1 Tahun 2014, Nomor Perber/01/III/2014/BNN tentang Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke Dalam Lembaga Rehabilitasi.

Lampiran Keputusan ini mendefinisikan keadilan restoratif, penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan (hukuman penjara). Maksud pedoman petunjuk teknis ini untuk mengoptimalkan penerapan Perma, SEMA, ataupun Keputusan Ketua MA yang mengatur pelaksanaan keadilan restoratif di pengadilan.

“Penerapan keadilan restoratif juga untuk mereformasi criminal justice system yang masih mengedepankan hukuman penjara dalam putusan majelis/hakim. Pedoman ini wajib dipedomani seluruh pengadilan negeri di Indonesia,” demikian bunyi Lampiran Keputusan Dirjen Badilum MA ini. 

Tindak pidana ringan

Dalam Lampiran ini, dijelaskan perkara tindak pidana ringan dapat diselesaikan dengan keadilan restoratif sebagaimana diatur Pasal 364, 373, 379, 384, 407 dan Pasal 482 KUHP yang diancam pidana penjara paling lama 3 bulan atau denda dengan nilai kerugian tidak lebih dari Rp 2.500.000. Ketua Pengadilan Negeri berkoordinasi dengan Kepala Kejaksaan Negeri dan Kapolres dalam pelaksanaan pelimpahan berkas berdasarkan Perma No. 2 Tahun 2012 terkait keadilan restoratif.

Saat menerima pelimpahan perkara pencurian, penipuan, penggelapan, penadahan dari penyidik yang sudah lengkap termasuk menghadirkan pelaku, korban, keluarga pelaku, keluarga korban, dan pihak-pihak terkait pada saat hari sidang, Ketua Pengadilan menetapkan hakim tunggal dengan memperhatikan nilai barang atau uang yang menjadi obyek perkara seperti ketentuan di atas.

Ketua Pengadilan segera menetapkan hakim tunggal (1x24 jam) untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tersebut dengan acara pemeriksaan cepat yang diatur Pasal 205–210 KUHAP.

Tags:

Berita Terkait