Melihat Pedoman Penerapan Keadilan Restoratif di Pengadilan
Utama

Melihat Pedoman Penerapan Keadilan Restoratif di Pengadilan

Keputusan Dirjen Badan Peradilan Umum MA ini mengatur penerapan keadilan restoratif dalam penanganan perkara tindak pidana ringan, perempuan yang berhadapan dengan hukum, anak, dan narkotika di pengadilan negeri.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 7 Menit

Perempuan berhadapan dengan hukum

Dalam pemeriksaan perkara jenis ini, hakim mempertimbangkan kesetaraan gender dan non-diskriminasi dengan mengidentifikasi fakta persidangan, seperti ketidaksetaraan status sosial antara para pihak yang berperkara; ketidaksetaraan perlindungan hukum yang berdampak pada akses keadilan; diskriminasi; dampak psikis yang dialami korban; ketidakberdayaan fisik dan psikis korban; relasi kuasa yang mengakibatkan korban/saksi tidak berdaya; dan riwayat kekerasan dari pelaku terhadap korban/saksi.

Sesuai Pasal 5 Perma No. 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum, hakim dilarang menunjukkan sikap atau mengeluarkan pernyataan yang merendahkan, menyalahkan dan/atau mengintimidasi perempuan berhadapan dengan hukum; membenarkan terjadinya diskriminasi terhadap perempuan dengan menggunakan kebudayaan, aturan adat, dan praktik tradisional lain ataupun menggunakan penafsiran ahli yang bias gender; mempertanyakan dan/atau mempertimbangkan pengalaman atau latar belakang seksualitas korban sebagai dasar membebaskan pelaku atau meringankan hukuman pelaku; dan mengeluarkan pernyataan atau pandangan yang mengandung stereotip gender.

“Ada kewajiban hakim dalam mengadili perkara perempuan berhadapan dengan hukum berdasarkan Pasal 6 Perma No. 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan,” demikian bunyi Lampiran Keputusan ini.  

Hakim saat mengadili perkara perempuan berhadapan dengan hukum sebagai pelaku wajib mempertimbangkan fakta-fakta hukum dengan pendekatan keadilan restoratif. Jika sebagai korban, hakim wajib mempertimbangkan fakta-fakta hukum dan implikasi di masa yang akan datang dengan pendekatan keadilan restoratif. Hakim juga harus mempertimbangkan kerugian yang dialami korban dan dampak kasus serta kebutuhan pemulihan korban.

"Hakim wajib memberitahukan kepada korban tentang hak-haknya tentang Restitusi dan Kompensasi sebagaimana diatur Pasal 98 KUHAP dan ketentuan lainnya. Pengadilan wajib menyediakan daftar Peksos (Pekerja Sosial profesional) dengan berkoordinasi kepada dinas sosial setempat."

Bila mengalami hambatan fisik dan psikis membutuhkan pendampingan, hakim wajib memerintahkan kehadiran pendamping baginya. Pengadilan wajib menyediakan daftar pendamping sesuai kebutuhannya berdasarkan pendapat ahli (psikiater, dokter, psikolog dan keluarga) melalui pengisian formulir penilaian personal yang disediakan di meja Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).

Dalam pemeriksaan perkara perempuan berhadapan dengan hukum, hakim dapat memerintahkan untuk didengar keterangannya melalui pemeriksaan dengan komunikasi audio visual jarak jauh di pengadilan setempat atau di tempat lain berdasarkan Pasal 10 Perma Nomor 3 Tahun 2017.

Tags:

Berita Terkait