Melihat Peluang Dapat Warisan Bagi Anak Durhaka
Seluk Beluk Hukum Keluarga

Melihat Peluang Dapat Warisan Bagi Anak Durhaka

Ada batasan seorang anak disebut durhaka sehingga terhalang baginya untuk memperoleh warisan.

Oleh:
RED
Bacaan 3 Menit

Baca:

Hal senada juga diutarakan Teddy Lahati, dalam artikelnya berjudul Anak Durhaka Terhalang Mewarisi. Sesuai KHI Pasal 173 bahwa seseorang terhalang menjadi ahli waris apabila putusan hakim yang telah mempunyai kekutan hukum tetap, dihukum karena bersalah telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat para pewaris. Selain itu, anak tersebut juga bersalah secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat. Perbuatan durhaka seorang anak tersebut yakni telah menyakiti orang tuanya secara fisik, psikis dan dipertegas pula dalam huruf b telah melakukan suatu tindakan kejahatan yang telah mendapat hukuman penjara atau hukuman berat.

Sebagai contoh terdapat sebuah kasus di mana seorang anak pertama digugat adiknya terkait dengan sengketa objek warisan yang ditinggalkan orang tua mereka. Meskipun tidak sampai membunuh orang tua, namun tergugat dalam kasus ini dianggap sudah lalai terhadap orang tuanya. Putusan bernomor 514K/AG/2010 ini pada intinya, sang adik tidak terima bahwa kakaknya setelah menikah telah menghabiskan harta warisan orang tua berupa tanah, ladang, biaya pembelian sapi dan harta lainnya.

Padahal, menurut sang adik, si kakak juga tidak pernah mengurus orang tua kandungnya terlebih saat sakit sampai meninggal dunia. Sehingga, yang mengurusi orang tua adalah sang adik dan beberapa pemohon lainnya. Termasuk masalah pemakaman sang ibu dan pemenuhan kebutuhan keperluan haji si bapak, sang kakak dinilai tidak peduli.

Pada permohonannya, sang adik berharap objek warisan dibagi sesuai hukum Islam 1:2 untuk perempuan dan laki-laki. Singkatnya, sang adik keberatan atas besaran warisan yang diputus berdasarkan adat karena dilakukan sesuai kehendak sang kakak, akibatnya dianggap tak sesuai hukum Islam oleh sang adik.

Pada tingkat pertama tidak sepenuhnya memutus sesuai petitum sang adik sehingga diajukan upaya banding. Kemudian, majelis hakim banding membatalkan putusan tingkat pertama yang amarnya gugatan tidak dapat diterima. Namun pada akhirnya di tingkat kasasi, hakim mengabulkan gugatan para penggugat sebagian, sedangkan untuk angka pembagian warisan dikabulkan majelis hakim, berikut objek warisan juga disebut secara rinci dalam amar putusan.

Tags:

Berita Terkait