Melihat Peluang E-Notary dalam Era Industri 4.0 dan Sosial 5.0
Berita

Melihat Peluang E-Notary dalam Era Industri 4.0 dan Sosial 5.0

Terdapat Peraturan Menteri Hukum dan HAM yang memayungi pelaksanaan e-notary.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Edmon Makarim.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Edmon Makarim.

Pandemi Covid-19 secara tak langsung memaksa masyarakat untuk memanfaatkan teknologi dalam melakukan kegiatan, tidak terkecuali untuk notaris. Berkaca dari situasi ini, keberadaan e-notary menjadi suatu hal yang tak bisa terelakkan.

Dirjen AHU Kemenkumham, Cahyo Rahadian Muzhar menyatakan bahwa pandemi yang melanda dunia ini mendorong semua pihak untuk memanfaatkan sistem teknologi informasi, tidak terkecuali notaris. Namun, memang dalam pelaksanaan e-notary perlu adanya suatu tinjauan peraturan perundang-undangan, misalnya untuk mewujudkan akta secara elektronik.

Dalam praktiknya, konsep e-notary atau cyber notary telah diterapkan di negara-negara lain. Misalnya di Italia dan Belgia, notaris bisa menggunakan video call untuk menjalankan kegiatannya. Di Amerika, pemerintah Amerika sedang mempercepat penggunaan Remote Online Authorization sebagai salah satu upaya menjaga notaris dan klien dari ancaman virus Covid-19. Dia berharap bahwa bahan kajian yang dihasilkan dalam seminar ini dapat dipakai sebagai masukan untuk Rancangan Undang-Undang Jabatan Notaris (RUU JN) yang baru.

“Selama ini Direktorat Jenderal AHU dan FHUI telah menjalin komunikasi, baik formal maupun informal, seputar penyempurnaan RUU JN. Dari perspektif pemerintah, pemerintah seringkali menghadapi sengketa yang ditimbulkan oleh pembuatan akta notaris yang dianggap tidak sempurna sehingga menjadi akta bawah tangan,” kata Cahyo, dalam Webinar dengan judul “E-Notary Dalam Era Industri 4.0 dan Sosial 5.0: kebutuhan atau ancaman?”, Selasa (27/10). (Baca: Begini Pandangan Pakar Hukum Terkait Perluasan ‘Menghadap’ dalam UU Jabatan Notaris)

Direktur Hukum Perdata Kemenkumham, Santun Maspari Siregar, menyatakan bahwa pelaksanaan e-notary dapat dilakukan, namun pilihan untuk melaksanakan atau tidak berpulang pada kemauan dan kesiapan dari para pihak. Beliau mencontohkan, dalam halnya pengarsipan, notaris cenderung sepakat bahwa pengarsipan akan jauh lebih efisien jika dilakukan secara elektronik ketimbang fisik. Beliau berpendapat, hal yang dapat dilakukan menuju pelaksanaan e-notary adalah untuk membuat landasan regulasinya dan melakukan peningkatan kompetensi kualitas notaris berkenaan dengan sistem teknologi informasi.

Karena sifat perubahan yang ditimbulkan cukup masif, maka pelaksanaan e-notary harus menjadi kesepakatan seluruh pihak dan kebijakannya harus berada di tingkat nasional, bukan kebijakan sektoral. Tentunya Direktorat Hukum Perdata Kemenkumham RI mengharapkan pula perspektif akademisi untuk pelaksaan e-notary.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Edmon Makarim menegaskan bahwa e-notary bukan hanya sekadar kebutuhan bersama, namun lebih dari itu, e-notary memiliki tujuan untuk menciptakan perlindungan bagi Notaris. Edmon menjelaskan bahwa permasalahan yang timbul karena cara-cara konvensional dalam bernotaris justru dapat dicegah dengan pelaksanaan e-notary.

Tags:

Berita Terkait