Melihat Penerapan Asas Pembalikan Beban Pembuktian dalam Pencucian Uang
Resensi

Melihat Penerapan Asas Pembalikan Beban Pembuktian dalam Pencucian Uang

Buku ini menyajikan sejumlah karakteristik tindak pidana pencucian uang yang terjadi di Indonesia.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi foto cover dan data buku: YUSUF
Ilustrasi foto cover dan data buku: YUSUF

Dalam praktik penanganan perkara pidana, pembuktian memegang peranan yang sangat strategis. Mengapa? Lewat pembuktianlah, orang yang mendalilkan menunjukkan bukti yang mendukung tuduhannya, dan lewat alat-alat bukti pula hakim menentukan bersalah tidaknya seorang terdakwa. Sebaliknya, lewat alat bukti pula terdakwa dan pengacaranya berusaha menyangkal tuduhan jaksa.

Secara yuridis formal, pembuktian itu dilakukan dalam persidangan agar hakim dapat menentukan sikap apakah seseorang dapat dipidana (verordeling). Jika jaksa tidak berhasil membuktikan tuduhan, sangat mungkin hakim menjatuhkan putusan bebas (vrijspraak); atau kalau surat dakwaan tak memenuhi syarat formal, hakim menjatuhkan putusan lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging).

Pasal 184 KUHAP (UU No. 8 Tahun 1981) menyebutkan hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Selanjutnya, Pasal 193 ayat (1) KUHAP menyatakan jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka hakim menjatuhkan pidana.

Ada banyak referensi yang telah menyinggung teori dan penerapan pembuktian di persidangan pidana. Pada intinya, hukum pembuktian mengatur: bagaimana caranya atau dengan menggunakan alat bukti apa agar dapat dibuktikan suatu perbuatan; kekuatan apa yang harus diberikan kepada masing-masing alat bukti; dan persoalan mengenai siapa yang harus mengajukan bukti mengenai perbuatan yang dilakukan. Secara teoritis, orang mengenal pembuktian berdasarkan undang-undang secara positif (positief wettelijk bewijs), pembuktian berdasarkan keyakinan hakim secara mutlak (conviction in time), pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan yang logis (la conviction in raisonnee), dan pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif (negatief wettelijk bewijs).

(Baca juga: Menelaah Karya Hakim Konstitusi tentang Pembalikan Beban Pembuktian).

Menariknya, untuk tindak pidana tertentu, seperti pencucian uang (money laundering) berlaku ketentuan pembuktian bukan hanya di KUHAP, tetapi juga mekanisme pembuktian khusus. Buku yang hadir di tengah pembaca ini, ‘Penerapan Asas Pembalikan Beban Pembuktian dalam Perkara Money Laundering, mencoba menghadirkan mekanisme pembuktian khusus dimaksud.

Apapun model pembuktian yang dianut dan kepada pundak siapa pembuktian itu dibebankan, aparat penegak hukum harus menjaga tercapainya fungsi penegakan hukum dalam perkara pidana. ‘The ultimate function of the system of criminal law enforcement is to ensure so far as possible that the order prescribed by norms of the criminal law is maintained,’ begitu Chambliss dan Seidman menulis dalam buku mereka ‘Law, Order, and Power’ (1971: 96).

Itu pula yang berusaha ditampilkan Sofyan Sitompul dalam buku karya yang ada di hadapan pembaca. Lewat beberapa kasus yang ditampilkan, diperkuat aspek-aspek teoritis, Sofyan menguraikan jalan yang ditempuh hakim untuk menegakkan hukum di lapangan tindak pidana pencucian uang lewat pembalikan beban pembuktian. Jenis tindak pidana ini telah mendapat perhatian dunia internasional, dan lingkupnya terus berkembang (hal. 210), sebagai bagian dari kejahatan terorganisasi, yang dampaknya dapat mempengaruhi atau merusak stabilitas perekonomian nasional dan keuangan negara (hal. 234).

Tags:

Berita Terkait