Melihat Pertanggungjawaban Hukum Yayasan Pengumpul Dana Publik
Utama

Melihat Pertanggungjawaban Hukum Yayasan Pengumpul Dana Publik

Dalam kasus ACT yang diduga menyelewengkan dana tidak sesuai peruntukan dan besarnya gaji petinggi yayasan harus berbasis pada UU Yayasan dan anggaran dasar ACT. Nantinya, bakal terlihat fakta apakah sudah menyimpang dari tujuan pendirian yayasan atau sebaliknya.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Baginya, perlu pula melihat pihak yang menerima gaji terafiliasi dan memiliki hubungan keluarga karena perkawinan atau keturunan dari pendiri, pembina dan pengawas. Selanjutnya, menelaah soal keputusan pemberian gaji dan sarana prasarana diketahui dan ditandatangani pembina yayasan.

“Ini jadi ruang untuk menyisir pertanggungjawaban pidana organ yayasan ini, termasuk apakah ada perbuatan berlanjut pidana lain berupa tindak pidana penggelapan atau tindak pidana pemalsuan,” ujarnya.

Menurutnya, dengan berbasis regulasi dan anggaran dasar terkait dugaan penyalahgunaan badan hukum yayasan bakal terlihat fakta apakah sudah menyimpang dari tujuan pendirian yayasan tersebut atau sebaliknya. Sebab, badan hukum yayasan tak dapat dijadikan sarana mencari keuntungan dengan alasan apapun.

Karenanya, jabatan pembina, pengurus, pengawas atau pihak lain yang memiliki kepentingan terhadap yayasan tidak diperbolehkan mendapat keuntungan dari yayasan. Soalnya, segala kekayaan yayasan ataupun keuntungan dipergunakan sepenuhnya untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan.

“Bila benar pengurus yayasan ACT mengambil keuntungan, digaji maka dapat dikenakan sanksi pidana terhadap perbuatan pelaku yang menerima pembagian atau peralihan dari kekayaan yayasan dimaksudkan sebagaimana diatur dalam Pasal 70 ayat (1) dan (2) UU Yayasan,” ujarnya.

Pasal 70 ayat (1) UU 16/2001 menyebutkan, Setiap anggota organ Yayasan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun”. Sedangkan Pasal 70 ayat (2) menyebutkan, “Selain pidana penjara, anggota organ yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) juga dikenakan pidana tambahan berupa kewajiban mengembalikan uang, barang, atau kekayaan yayasan yang dialihkan atau dibagikan”.

Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha) itu berpendapat, larangan dan norma dalam Pasal 5 ayat (1) secara tegas mengatur larangan pengalihan kekayaan yayasan. Hal tersebut diatur agar yayasan dapat berjalan efektif dan mendukung tujuan nasional serta menghindari persoalan yang dapat merugikan masyarakat. Apalagi donaturnya masyarakat luas.

Tags:

Berita Terkait