Melihat Pertimbangan Hukum Putusan PN Jakpus Penundaan Pemilu
Terbaru

Melihat Pertimbangan Hukum Putusan PN Jakpus Penundaan Pemilu

Majelis hakim PN Jakpus terlampau berani memutus sesuatu yang terang-benderang. KPU mesti menyusun memori banding yang kuat argumentasi secara hukum. Sejatinya putusan tersebut mudah dipatahkan sepanjang PT DKI Jakarta dan MA (MA) konsisten dan tegak lurus menegakkan hukum.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 5 Menit
Anggota Komisi III DPR Taufik Basari (Kanan) dan Refly Harun dalam sebuah diskusi di Komplek Gedung Parlemen, Rabu (8/3/2023). Foto: Istimewa
Anggota Komisi III DPR Taufik Basari (Kanan) dan Refly Harun dalam sebuah diskusi di Komplek Gedung Parlemen, Rabu (8/3/2023). Foto: Istimewa

Putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) yang menunda pelaksanaan pemilu 2024 terus menuai sorotan banyak kalangan. Selain tak memiliki kewenangan absolut, putusan bernomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst, itu bertentangan dengan Pasal 22E UUD 1945 yang mengharuskan pelaksanaan pemilu digelar lima tahun sekali. Lantas bagaimana melihat pertimbangan putusan tersebut?.

Anggota Komisi III Taufik Basari, mengatakan setelah melihat pertimbangan hukum majelis hakim PN Jakpus dalam putusan tersebut, ternyata tidak memadai. Setidaknya isi dari permohonan gugatan Partai PRIMA tidak kemudian dibenarkan dan merasionalisasikan sebagai alasan menghentikan tahapan pemilu, termasuk memulai ulang selama 2 tahun 4 bulan 7 hari.

“Kita bertanya-tanya kenapa kemudian angkanya adalah 2 tahun 4 bulan 7 hari, karena di dalam gugatan ini disebutkan tahapan pemilu sejak awal sampai pelantikan yang memang totalnya 2 tahun 4 bulan 7 hari,” ujarnya dalam diskusi di Komplek Gedung Parlemen, Rabu (8/3/2023).

Baca juga:

Baginya, tak masuk akal saat majelis hakim memerintakan proses ulang sedari tahap perencanaan hingga pelantikan. Tapi melihat petitum nomor 5 pemohon agar dikabulkan sebagian  dengan memberikan kesempatan dan ruang  supaya KPU memberikan kesempatan partai yang dirugikan haknya menjadi masuk akal. Ironisnya, amar putusan malah memerintahkan mengulang sedari awal tahapan perencanaan sampai pelantikan, menjadi tidak masuk akal.

Pria biasa disapa Tobas itu menilai, majelis hakim terdiri dari T Oyong sebagai hakim ketua, H Bakri dan Dominggus Silaban sebagai hakim anggota itu terlampau berani memutus sesuatu yang terang-benderang. Makanya satu-satunya cara  dengan menyusun memori banding yang kuat argumentasi secara hukum.

“KPU jangan masuk angin, jangan sampai memorinya lemah yang akhirnya putusan pengadilan tinggi (PT) DKI Jakarta membenarkan putusan PN jangan sampai seperti itu,” katanya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait