Melihat Tantangan Penerapan HAM dalam Proses Penuntutan
Utama

Melihat Tantangan Penerapan HAM dalam Proses Penuntutan

Ke depan bagaimana Kejaksaan RI memastikan agar pelaksanaan tugas dan fungsi para jaksa didasarkan pada penghormatan, perlindungan, pemajuan penegakan dan pemenuhan HAM sesuai amanah UUD Tahun 1945. Kejaksaan sudah memulai dengan penerapan kebijakan restorative justice.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Dalam sistem penegakan hukum, kata dia, aparatur institusi penegak hukum idealnya menggunakan pendekatan due proces of law yakni tindakan preventif, praduga tak bersalah, hingga efisiensi rasa bersalah menurut hukum. Sayangnya, aparatur penegak hukum cenderung menggunakan pendekatan crime control model yakni tindakan represif, praduga bersalah, hingga efisiensi bersalah berdasarkan fakta.

“Tapi perlu dipikirkan apakah perlu menguji upaya paksa, sehingga pihak terlibat ini mendapat perlindungan hak asasi manusia (HAM) secara seimbang,” lanjutnya.

Sementara Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), kata Narendra, cenderung tidak berperspektif pada korban. Menurutnya, hal mendasar dalam KUHAP terlihat pada formula tujuan penyidikan amat dekat dengan teori pembalasan. Namun, bila ditelisik pada keseimbangan keadilan bagi korban, cenderung dekat dengan restoratif berupa pemulihan hak korban.  

“Kita sama-sama perlu memikirkan apakah kita tetap cukup menganut sistem saat ini, upaya paksa tidak perlu di-exercise, dan lebih mendasar yaitu tujuan penyidikan cukup dengan menjadikan tersangka atau lebih pada definitif pada mencerminkan keadilan restoratif,” ujarnya.

Komisoner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnasham) Sandrayati Moniaga berpandangan, Jaksa dalam melaksanakan penuntutan dengan keyakinan alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (3) UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan. Sementara dalam ayat (4) mengatur dalam melaksanakan kewenangan dan tugasnya bertindak berdasarkan hukum dan mengindahkan norma agama, kesusilaan, nilai-nilai kemanusiaan yang hidup di masyarakat, hingga menjaga martabat dan profesinya.

Jaksa dalam praktiknya memiliki peran strategis dalam penanganan perkara tindak pidana umum, khusus, tata usaha negara, hingga perdata dalam kaitannya sebagai pengacara negara. Dalam penanganan perkara pidana, jaksa membuat dakwaan idealnya merujuk pada prinsip-prinsip HAM. Terpenting, memastikan kejaksaan dalam melaksanakan tugas penuntutan pun tetap mengedepankan prinsip-prinsip dan pendekatan HAM.

“Tinggal bagaimana Kejaksaan RI memastikan agar pelaksanaan tugas dan fungsi para jaksa didasarkan pada penghormatan, perlindungan, pemajuan penegakan dan pemenuhan HAM sesuai amanah UUD Tahun 1945,” katanya.

Tags:

Berita Terkait