Melihat Urgensi Pelabelan BPA Pada Galon Isi Ulang
Terbaru

Melihat Urgensi Pelabelan BPA Pada Galon Isi Ulang

BPOM diminta berhati-hati mengeluarkan regulasi dan fokus pada kasus cemaran etilen glikol pada obat sirup yang telah memakan korban jiwa.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit

Karenanya, Ningrum meminta agar BPOM berhati-hati mengeluarkan peraturan tanpa memikirkan aspek holistik dari seluruh stakeholder, bukan berpihak secara sepihak. Menurut Undang Undang No 12/2011, peraturan yang kredibel harus melalui penyusunan naskah akademik dan uji publik yang melibatkan semua stakeholder terdampak.

Di berbagai belahan dunia, kata Ningrum, penyusunan peraturan harus menghitung terlebih dahulu faktor regulatory impact assessment (RIA). “Kalau keluarkan ini peraturan, siapa yang terkena dampaknya,” ucapnya.

“Saya bukan apriori, saya respek sekali kepada BPOM. Tapi bagi saya, sebenarnya nggak tertarik soal pelabelan BPA galon guna ulang ketimbang harus mengurus musibah sirup obat batuk yang menyebabkan banyak anak meninggal,” tambahnya.

Dalam diskusi ini Ningrum juga mempertanyakan prioritas kerja Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Penny K. Lukito, yang beberapa waktu lalu gencar mengupayakan pelabelan BPA pada galon guna ulang. Kini merebak kasus yang mengagetkan masyarakat terkait kematian ratusan pasien gagal ginjal akut yang kebanyakan adalah anak-anak yang diduga terkait dengan cemaran etilen glikol dan dietilen glikol pada sirup obat batuk. Apalagi, katanya, Kepala BPOM seolah lepas tanggung jawab dalam menyikapi kejadian yang seharusnya menjadi perhatian utamanya sebagai lembaga pengawas obat dan makanan.

“Kejadian pada sirup obat batuk ini bukan hanya warning tapi betul-betul peringatan bagi BPOM. Sudah berjatuhan korban dan sudah ribut. Saya sangat tidak sepakat Kepala BPOM mengatakan bukan hanya tanggung jawabnya tapi melemparkan juga kepada industri. Kalau saya di situ (BPOM), nggak mungkin anak buah saya yang rusak, pasti jenderalnya yang mesti tanggung jawab,” ujarnya.

Dia melihat BPOM seolah tidak memperhatikan mana kebijakan yang harus diatur buru-buru dan mana yang tidak. Ningrum mengatakan soal pelabelan BPA pada galon guna ulang ini bukanlah kebijakan yang harus dilakukan terburu-buru. Menurutnya, BPOM harus mengutamakan pelabelan bebas etilen glikol pada kemasan yang mengandung zat kimia yang telah menyebabkan banyak anak meninggal dunia.

“Ini sudah jelas-jelas ada bukti bahayanya ketimbang air minum kemasan galon guna ulang. Para ahlinya juga masih ada dispute soal BPA galon guna ulang ini berbahaya atau tidak. Jadi, saya cuma punya pesan, berhati-hatilah untuk lembaga-lembaga negara yang punya kewenangan ini. Nggak bisa hanya memikirkan dari satu aspek saja, nggak bisa dari hanya misalnya kesehatan, hanya teknologi, hanya peringatan ini, pikirin dong yang lain-lain. Makanya KPPU itu punya yang namanya competition check list,” katanya.

Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra, menyampaikan dari sudut kesehatan masyarakat bahwa isu kesehatan masyarakat harus melihat evidence base-nya.

“Untuk BPA ini, dari kasus konsumsi kami belum melihat evidence base atau fenomena dan fakta yang cukup dan berdampak luas di masyarakat. Apabila ada isu zat ini berbahaya khususnya di pangan, maka kendalinya ada diproduksi dan didistribusi bukan di labelnya. Ini tidak bisa coba-coba," ujar Hermawan.

Ia menegaskan bahwa pelabelan ini menjadi tidak efektif karena unsur pelabelan itu masuk ke dalam kendali perilaku dan bukan pada substansi yang seharusnya sudah dikendalikan pada saat produksi.

Tags:

Berita Terkait