Memahami Akibat Hukum Perceraian Qabla Al-Dukhul
Seluk Beluk Hukum Keluarga

Memahami Akibat Hukum Perceraian Qabla Al-Dukhul

Perceraian qabla al-dukhul memiliki banyak dampak negatif.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 6 Menit

Hal yang menjadi catatan bahwa perceraian qabla al-dukhul ini harus dilaksanakan dalam persidangan dan didasarkan pada Putusan Pengadilan Agama kecuali perceraian di mana salah satu pasangan meninggal dunia atau cerai mati. Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 8 jo Pasal 115 KHI, dan Pasal 39 UU Perkawinan.

Catatan Tersendiri di Pengadilan Agama

Berdasarkan penulusuran Hukumonline pada direktori putusan Mahkamah Agung, perceraian qabla al-dukhul menjadi catatan tersendiri di Pengadilan Agama. Dalam putusan-putusan tersebut terdapat berbagai alasan terjadinya perceraian qabla al-dukhul seperti kawin paksa, dan pertengkaran. Ada juga, perceraian terjadi karena istri menolak berhubungan badan dengan suami barunya karena masih teringat dengan mantan suami.

“Fenomena perceraian qabla al dukhul yang diajukan ke Pengadilan Agama memang menjadi catatan tersendiri, sebagian besar hakim di Pengadilan Agama menyayangkan hal ini bisa terjadi, dan secara pribadi pun saya juga menyayangkan jika hal ini terjadi. Persoalan perkawinan bukan persoalan sepele, hal ini sebagai bukti bahwa persoalan itikad baik dan kesepakatan dalam perkawinan merupakan hal utama dan pertama harus diimplementasikan oleh pasangan suami-istri maupun oleh orang tua atau wali dari pasangan tersebut,” jelas Putu.

Adanya kawin paksa atau pernikahan di mana salah satu calon pengantin menyembunyikan sesuatu yang dianggap hal sepeleh tetapi pada akhirnya dapat memicu terjadinya keributan yang berujung pada ketidak percayaan dan perceraian, merupakan alasan mengapa perceraian qabla al-dukhul ini diajukan ke Pengadilan Agama.

“Perlu penguatan dalam pemaknaan perkawinan sebagai ikatan suci yang menghendaki hubungan keluarga yang kekal tidak hanya ditekankan kepada pasangan pengantin tetapi juga kepada keluarga atau wali dari kedua mempelai,” jelas Putu.

Sementara itu, Putu menyampaikan perceraian qabla al-dukhul tentunya memiliki dampak negatif, baik bagi pasangan maupun bagi anak yang ada dalam kandungan istri. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah persoalan terlindunginya hak-hak istri yang diceraikan, karena berdasarkan Pasal 149 KHI perceraian qabla al-dukhul tidak mewajibkan suami untuk memberikan mut’ah, dan nafkah, maskan dan kiswah.

“Belum lagi persoalan nama baik keluarga tentunya menjadi persoalan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan khususnya pada daerah-daerah yang masih memegang teguh sistem adat istiadat,” jelasnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait