Memahami Aturan Perlindungan dan Pengelolaan Baku Mutu Air dalam UU Cipta Kerja
Utama

Memahami Aturan Perlindungan dan Pengelolaan Baku Mutu Air dalam UU Cipta Kerja

Perlindungan dan pengelolaan mutu air adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk menjaga mutu air.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Hukumonline menyelenggaran diskusi online dengan topik ‘Aspek Hukum Baku Mutu Air dan Bagaimana Pengelolaannya?’, pada Kamis (24/3). Foto: MJR
Hukumonline menyelenggaran diskusi online dengan topik ‘Aspek Hukum Baku Mutu Air dan Bagaimana Pengelolaannya?’, pada Kamis (24/3). Foto: MJR

Baku mutu air merupakan ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keadaannya di dalam air. Ketentuan tersebut diatur dalam PP No.22 Tahun 2021 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

PP 22/2021 mencabut lima peraturan sekaligus salah satunya PP 82/2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Sebenarnya, bagaimana ketentuan perlindungan, pengelolaan, dan pemeliharaan baku mutu air yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan?

Dengan latar belakang tersebut, Hukumonline menyelenggaran diskusi online dengan "Aspek Hukum Baku Mutu Air dan Bagaimana Pengelolaannya?" pada Kamis (24/3). Dalam acara tersebut menghadirkan pembicara Pengendali Dampak Lingkungan Ahli Muda Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia (KLHK), Harni Sulistyowati, dan Partner Soemadipradja & Taher Law Firm, Ardian Deny Sidharta.

Baca Juga:

Harni menjelaskan perlindungan dan pengelolaan mutu air adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk menjaga mutu air. “Kita harus lakukan perlindungan dan pengelolaan terhadap air yang terkait badan air permukaan seperti sungai, danau, rawa dan juga air tanah. Dulu cenderung badan air permukaan sekarang terkait akuifer (lapisan bawah tanah yang mengandung air),” ungkap Harni.

Selanjutnya, pendekatan KLHK dalam perlindungan dan pengelolaan mutu air berubah dari administrasi menjadi berdasarkan daerah aliran sungai (DAS) dan cekungan air tanah (CAT). Pendekatan tersebut dilakukan karena mutu atau kualitas air dapat diketahui dari debit dan kontinuitasnya. Selain itu, pendekatan juga dilakukan terhadap lingkungan sekitar keberadaan air.

“Jadi selain dari debit dan kontiunitas maka ada juga ekosistem setempat seperti vegetasi dan sumber pencemaran. Dari industri hingga kegiatan pertanian atau persawahan atau dikenal istilah nirtitik,” jelas Harni.

Tags:

Berita Terkait