Memahami Larangan Klausula Eksonerasi dalam Hubungan Konsumen-Pelaku Usaha
Terbaru

Memahami Larangan Klausula Eksonerasi dalam Hubungan Konsumen-Pelaku Usaha

UU Perlindungan Konsumen melarang pelaku usaha membuat atau mencantumkan klausula baku dengan eksonerasi.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Hubungan antara konsumen dengan pelaku usaha yang terikat dalam suatu perjanjian idealnya harus dalam posisi seimbang. Kedua pihak memiliki kewajiban dan hak masing-masing yang harus dipenuhi. Namun dalam praktiknya, sering konsumen berada pada posisi cenderung lemah dibandingkan pelaku usaha. Hal ini karena produk yang dijual pelaku usaha sangat dibutuhkan oleh konsumen sehingga muncul istilah “take it or leave it”.

Dalam kondisi tersebut, pihak yang lebih kuat sering menggunakan klausula yang membebaskan atau membatasi tanggung jawab dalam suatu perjanjian. Istilah untuk menyebut jenis klausula tersebut dinamakan klausul eksonerasi. Contoh klausula eksonerasi sering dijumpai dalam berbagai transaksi. Misalnya, perusahaan layanan jasa parkir yang menolak bertanggung jawab atas kehilangan kendaraan atau helm seorang pengendara.

Dalam sebuah diskusi daring beberapa waktu lalu, Kepala Bidang Pengaduan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Warsito Aji, menjelaskan bahwa kerusakan, kehilangan benda, bahkan kehilangan kendaraan bisa diklaim selama konsumen memenuhi persyaratan tertentu. (Baca: Alami Kerugian Saat Parkir Kendaraan, Ini yang Bisa Dilakukan Konsumen)

Meski demikian, dia mengakui di karcis parkir sering tertera standar klausula baku pengalihan tanggungjawab yang tidak boleh dilakukan oleh pengelola parkir. “Di karcis parkir kita sering melihat catatan kecil yang berisi segala kerusakan dan kehilangan barang di dalam kendaraan bukan tanggung jawab pengelola parkir. Nah, di sini pengelola parkir telah bertentangan dengan UU Perlindungan Konsumen Pasal 18 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1999, di mana pencantuman klausula baku oleh pelaku usaha yang menyatakan pengalihan tanggungjawab pelaku usaha adalah dilarang,” jelasnya.

Ia menegaskan bahwa kerusakan kendaraan konsumen adalah tanggung jawab pengelola parkir, bukan dibebankan kepada konsumen. Ketika konsumen melakukan ‘titipan’ yaitu memarkirkan kendaraan maka sejak saat itu kendaraan konsumen adalah tanggung jawab pengelola parkir.

Dia menyarankan bagi konsumen yang mengalami kehilangan kendaraan atau kerusakan kendaraan di tempat parkir bisa melakukan pengaduan kepada YLKI. “YLKI nantinya akan membuatkan surat pengaduan kepada pengelola parkir dan akan melakukan advokasi serta mediasi kepada pengelola parkir agar dapat dilakukan klaim ganti rugi,” ujarnya.

Dalam artikel Klinik Hukumonline berjudul Hukumnya Mencantumkan Klausul Eksonerasi dalam Perjanjian, I.P.M. Ranuhandoko B.A.dalam bukunya Terminologi Hukum Inggris-Indonesia menjelaskan eksonerasi atau exoneration diartikan sebagai “membebaskan seseorang atau badan usaha dari suatu tuntutan atau tanggung jawab.” Sementara itu, Cambridge Dictionary menerangkan exoneration sebagai berikut “The act of showing or stating that someone or something is not guilty of something.

Tags:

Berita Terkait