Memahami Ulang Ragam Pendekatan Riset Hukum
Utama

Memahami Ulang Ragam Pendekatan Riset Hukum

Ada konsep sosio-legal yang mempertajam analisis normatif. Advokat sudah sering menggunakan pendekatan sosio-legal secara alami dalam menangani perkara.

Oleh:
Normand Edwin Elnizar
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Secara garis besar, pendekatan riset hukum terbagi dalam dikotomi yang bersifat doctrinal dan non-doctrinal. Pendekatan yang kedua itu biasa dikenal dengan sosio-legal. “Di Indonesia biasa ribut soal pendekatan mana yang sah, tapi tidak mulai dari rumusan masalah. Dua pendekatan itu valid digunakan tergantung kebutuhan,” kata Fachrizal Afandi, Ketua Asosiasi Studi Sosio Legal Indonesia (ASSLESI), kepada Hukumonline, Selasa (14/6/2022). Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya ini menegaskan dua kategori pendekatan riset hukum itu tidak saling menegasikan.

“Kalau hanya ingin melihat keharmonisan satu regulasi dengan regulasi lain, bisa saja cukup pendekatan yang bersifat doctrinal. Namun, kalau mau melihat bagaimana implementasinya di masyarakat, bagaimana penafsirannya, harus dengan sosio-legal,” kata dia. Ia mengingatkan pendekatan riset beserta metodenya adalah alat mengumpulkan data. Berkaitan dengan riset hukum, kedua pendekatan sama-sama bertumpu pada analisis normatif berbasis doktrin hukum yang berlaku.

“Metode sosio-legal bisa dikatakan kerja dua kali. Pasti juga melakukan analisis doktrin secara normatif, lalu ditambahkan dengan pendekatan sosio-nya sesuai kebutuhan rumusan masalah,” kata Fachrizal lagi.

Penjelasan ini dibenarkan oleh koleganya sesama dosen. Herlambang Perdana Wiratraman menjelaskan studi hukum di Indonesia sudah lama mengenal dikotomi pendekatan doctrinal dan sosio-legal dengan istilah yang berbeda. “Pembedaannya sudah lama dikenal walaupun penjelasannya juga tidak tepat,” kata Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada ini saat dihubungi Hukumonline.

Baca Juga:

Istilah yang biasa dipakai adalah penelitian yuridis normatif untuk pendekatan doctrinal dan yuridis empiris untuk pendekatan sosio-legal. “Sayangnya istilah dan penjelasan yuridis empiris yang beredar dalam pendidikan hukum mereduksi pendekatan sosio-legal,” kata Herlambang. Ia menilai dikotomi penelitian bersifat doctrinal dan non-doctrinal juga sering mengundang salah paham. Seolah-olah penelitian sosio-legal/non-doctrinal tidak bersandar pada analisis normatif serta doktrin hukum yang diterima.

Merujuk literatur karya Banakar dan Travers, Herlambang menyebut pendekatan sosio-legal merupakan pendekatan interdisipliner (beberapa disiplin ilmu). Berbeda dengan pendekatan doctrinal yang monodisiplin (satu disiplin ilmu). “Penelitian dengan pendekatan sosio-legal justru juga melakukan analisis doctrinal, tapi diperkaya dengan analisis menggunakan metode disiplin ilmu lain yang relevan terhadap data. Kata ‘sosio’ di situ merujuk penggunaan segala metode disiplin ilmu apa saja yang relevan,” lanjutnya.

Tags:

Berita Terkait