Memahami Zakat Profesi
Edsus Lebaran 2019

Memahami Zakat Profesi

Menurut Fatwa MUI, zakat penghasilan (profesi) dapat dikeluarkan saat menerima jika sudah cukup nishab. Atau jika tidak mencapai nishab, semua penghasilan dikumpulkan selama satu tahun, lalu zakat dikeluarkan jika penghasilan bersihnya sudah cukup nishab.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit

 

Pertama, zakat penghasilan (profesi) ini di-qiyas-kan dengan zakat pertanian berdasarkan nishab 653 kg gabah atau setara 524 kg beras dan waktu pengeluaran zakatnya setiap kali panen (analoginya setiap terima upah/gaji) dengan kadar zakat 2,5 persen. Kedua, zakat penghasilan ini yang diterima berupa uang, sehingga bentuk harta ini dapat di-qiyas-kan dengan zakat harta simpanan/kekayaan berdasarkan nishab harga 85 gram emas dan kadar zakat yang harus dikeluarkan sebesar 2,5 persen.

 

Pembahasan fikih zakat profesi ini yang mendasari Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa. Seperti tertuang dalam Fatwa MUI No. 3 Tahun 2003 tentang Zakat Penghasilan tertanggal 7 Juni 2003, yang menyebutkan penghasilan yang wajib dizakati adalah penghasilan bersih (netto). Penghasilan bersih setelah dikeluarkan kebutuhan pokok (al-haajah al-ashliyah), antara lain kebutuhan diri seperti sandang, pangan, papan, kebutuhan, kesehatan, pendidikan termasuk kebutuhan orang yang menjadi tanggungannya.

 

Fatwa MUI ini mendefinisikan “penghasilan” adalah setiap pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa, dan lain-lain yang diperoleh dengan cara halal baik rutin seperti pejabat negara, pegawai atau karyawan, maupun tidak rutin seperti dokter, pengacara, konsultan, dan sejenisnya, serta pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lain.

 

Semua bentuk penghasilan halal itu wajib dikeluarkan zakatnya dengan syarat telah mencapai nishab senilai (minimal) harga emas 85 gram dalam satu tahun (haul) dan kadar zakat penghasilan yang dikeluarkan sebesar 2,5 persen. Zakat penghasilan (profesi) ini dapat dikeluarkan saat menerima jika sudah cukup nishab. Atau jika tidak mencapai nishab, semua penghasilan dikumpulkan selama satu tahun, lalu zakat dikeluarkan jika penghasilan bersihnya sudah cukup nishab.   

 

Pengaturan itu diadopsi pula dalam Peraturan Menteri Agama No. 52 Tahun 2014 tentang Syarat dan Tata Cara Perhitungan Zakat Mal dan Zakat Fitrah serta Pendayagunaan Zakat untuk Usaha Produktif. Beleid ini mengatur lebih detail teknis pelaksanaan zakat fitrah dan beragam jenis zakat maal termasuk zakat emas/perak/logam mulia, zakat pendapatan. Salah satunya, disebutkan nishab zakat pendapatan dan jasa disetarakan 653 kg gabah atau 524 kg beras dengan kadar zakat pendapatan dan jasa sebesar 2,5 persen.  

 

Misalnya, jika pendapatan minimal mencapai 524 kg beras dengan kadar zakatnya 2,5 persen dikeluarkan setiap menerima gaji bulanan atau setara sebesar Rp5,24 juta jika asumsi harga beras per kilogram Rp10 ribu. Atau nishab, pendapatan minimal zakat profesinya sebesar 85 gram emas (minimal pendapatan bersihnya mencapai Rp 51 juta selama setahun jika harga emas per gram Rp600 ribu) dengan tarif sebesar 2,5 persen dan dikeluarkan setiap tahun saat pendapatannya mencapai nishab.    

  

Baca:

 

Kurang Tepat

Sejak Februari 2018 lalu, muncul wacana pemungutan zakat profesi bagi ASN yang sempat menuai polemik dari kalangan pemangku kepentingan. Bahkan, belum lama ini, Presiden Joko Widodo siap menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pemungutan Zakat ASN jika draft kajiannya sudah diajukan oleh Kementerian Agama. Namun, hingga tulisan ini diturunkan, Perpres Pemungutan Zakat Profesi bagi ASN ini belum diterbitkan. Kementerian Agama masih mengkaji sebelum mewajibkan atau memotong zakat profesi sebesar 2,5 persen dari gaji/penghasilan ASN per bulannya.    

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait