Membaca Tiga Regulasi Pasca Pembubaran BP Migas
Fokus

Membaca Tiga Regulasi Pasca Pembubaran BP Migas

Pemerintah dengan cepat menerbitkan tiga regulasi teknis untuk menindaklanjuti pembubaran BP Migas. Jangan hanya sekadar ganti baju.

Oleh:
Mys/Rfq
Bacaan 2 Menit
Membaca tiga regulasi pasca pembubaran BP Migas. Foto: Sgp
Membaca tiga regulasi pasca pembubaran BP Migas. Foto: Sgp

Bisa jadi Peraturan Presiden (Perpres) No. 95 Tahun 2012 termasuk Perpres tercepat dikeluarkan. Hanya dalam hitungan jam sejak putusan MK tentang UU Migas diketuk, Presiden langsung meneken Perpres itu. Berisi empat pasal, Perpres 95 dikeluarkan ‘guna menjamin kelangsungan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi’.

Putusan MK dibacakan pada 13 November lalu, sebagai ‘jawaban’ atas permohonan pengujian UU No. 22 Tahun 2001 yang diajukan sejumlah tokoh dan organisasi keagamaan. Sebenarnya ada sembilan pasal yang dibatalkan Mahkamah karena dinilai bertentangan dengan konstitusi, antara lain Pasal 1 angka 23, Pasal 4 ayat (3), Pasal 41 ayat (2), Pasal 44, Pasal 45, dan Pasal 61. Tetapi yang kemudian mencuri perhatian publik adalah amar tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas).

Amar MK memang tegas. Seluruh frasa yang berkaitan dengan Badan Pelaksana dikoreksi. Bahkan ‘seluruh hal yang berkaitan dengan Badan Pelaksana dalam Penjelasan UU Migas tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat’. Dengan putusan demikian, tak ada lagi landasan berpijak bagi BP Migas. Lembaga yang didirikan pada era Presiden Megawati itu tamat.

Para pemohon tentu saja menyambut antusias putusan itu. Din Syamsudin Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, yang menjadi pemohon dalam perkara ini, mengatakan putusan Mahkamah adalah kemenangan rakyat. Din meminta pemerintah segera menindaklanjuti putusan MK.

Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) juga menyambut antusias putusan MK. “Putusan MK adalah sebuah putusan yang tepat”. “Keberadaan BP Migas telah menjadikan posisi pemerintah sejajar dengan pelaku bisnis, yang secara hukum mengaburkan keberadaan Indonesia sebagai negara berdaulat,” kata Wakil Ketua IHCS, Ridwan Darmawan.

Sebaliknya, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana mengecam putusan itu. Pertama, putusan MK ibarat membakar lumbung ketika ingin membasmi tikus. Inefisiensi yang dituduhkan dalam pengelolaan hulu migas tak seharusnya dijawab dengan membubarkan lembaga. Saat ini banyak lembaga yang tidak efisien. Konstitusional tidak diukur dari efisien atau tidaknya suatu lembaga, melainkan merujuk pada UUD 1945. Namun Hikmahanto yang sempat menjadi ahli dalam sidang pengujian permohonan ini, mengingatkan putusan MK harus dipatuhi semua pihak karena bersifat final dan mengikat.

Lepas dari prokontra, reaksi cepat pemerintah atas putusan MK  memperlihatkan kekhawatiran yang sangat besar. Nilai materiil kontrak migas yang wah tampaknya menjadi pertimbangan. Menurut R. Priyono, Kepala BP Migas, saat ini ada 353 kontrak, baik kontrak kerjasama maupun kontrak penjualan migas, dengan nilai pengelolaan per tahun bisa mencapai AS$70 miliar. Penerimaan bersih negara per tahun bisa mencapai Rp365,7 triliun.

Halaman Selanjutnya:
Tags: