Memberi Subsidi BBM Secara Umum Langgar UU
Utama

Memberi Subsidi BBM Secara Umum Langgar UU

UUD 1945 hanya mengatur bahwa negara hanya wajib menyantuni fakir miskin dan anak-anak terlantar saja.

Oleh:
KARTINI LARAS MAKMUR
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP
Foto: SGP
Pemerintah jangan sampai melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku  ketika menaikkan harga BBM bersubsidi. Dalam hal ini, yang harus menjadi acuan adalah UUD 1945 dan UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas. Hal ini ditegaskan oleh Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi), Sofyano Zakaria, di Jakarta, Jumat (14/11).

Sofyano mengingatkan agar pemerintah berhati-hati jangan sampai kebijakan menaikkan harga jual BBM bersubsidi melanggar undang-undang. Ia menilai Presiden Jokowi berpeluang mendapatkan impeachment atau pemakzulan atas perbuatan yang menyimpang.

Kendati demikian, Sofyano yakin bahwa kebijakan memberi subsidi BBM lah yang menyimpang dari amanat konstitusi. Pasalnya, menurut Sofyano, UUD 1945 hanya mengatur bahwa negara hanya wajib menyantuni fakir miskin dan anak-anak terlantar. Namun kenyataannya, pemerintah menyantuni semua golongan masyarakat melalui subsidi.

“Hal ini ditegaskan kembali dalam UU Migas. BBM bersubsidi tidak diwajibkan bagi seluruh golongan masyarakat tertentu. Ini yang telah dilanggar oleh pemerintah, khususnya pemerintah yang berkuasa sejak dilahirkannya UU Migas pada tahun 2001,” tandasnya.

Pasal 28 UU Migas memang menyatakan bahwa dalam menentukan dan menetapkan harga BBM, pemerintah memiliki tanggung jawab sosial terhadap golongan masyarakat tertentu. Dengan demikian, subsidi BBM bukan untuk seluruh golongan masyarakat. Salah satu rinciannya dimuat dalam Peraturan Menteri ESDM No. 1 Tahun 2013, yang menyatakan subsidi BBM tidak boleh dinikmati kendaraan angkutan perkebunan dan pertambangan.

"Maka memberikan subsidi secara umum, pada dasarnya dapat dinyatakan sebagai bertentangan dengan undang-undang," tegasnya.

Ia menjelaskan, selama ini subsidi tak sesuai dengan semangat konstitusi. Sebab, ia melihat elit masyarakat turut menikmati subsidi itu. Ia bahkan menilai bahwa penolakan paling keras dari rencana kenaikan BBM adalah golongan menengah.

“Mereka ini tidak menolak subsidi. Bahkan, paling keras bereaksi, ketika ada pemerintah yang akan menaikan harga apalagi jika sampai menghapus subsidi BBM itu," tambahnya.

Oleh karena itu, Sofyano berpendapat UUD 1945 dan UU Migas menjadi landasan hukum bagi pemerintah untuk bisa membatasi subsidi BBM. Ia mengatakan, pemerintah sudah seharusnya melarang penggunaan BBM bersubsidi bagi kendaraan roda empat ke atas non-angkutan umum. Menurutnya, hal itu  cukup diatur dalam bentuk Permen ESDM.

“Angkutan umum dan sepeda motor dapat dinyatakan sebagai golongan tidak mampu atau berkaitan langsung dengan hajat hidup orang banyak. Dengan demikian, ini bisa tetap diberikan BBM bersubsidi, namun besaran subsidinya harus dihitung ulang secara cermat dan disesuaikan dengan kemampuan keuangan pemerintah,” ujarnya.

Menteri ESDM, Sudirman Said, juga menegaskan bahwa subsidi BBM selama ini tidak tepat sasaran. Ia melihat orang kaya di Indonesia bebas menggunakan BBM subsidi tanpa batas. Sementara itu, tugasnya memastikan BBM subsidi disalurkan ke masyarakat yang berhak.

"Tidak mungkin kami tempatkan polisi di tiap SPBU, untuk mengawasi BBM subsidi ini dinikmati orang yang seharusnya menikmati BBM subsidi,” tandasnya.

Terkait dengan hal itu, Sudirman merasa masyarakat Indonesia harus melakukan revolusi mental. Ia yakin untuk mengatasi masalah subsidi perlu ada kesadaran dari masyarakat golongan kaya untuk tidak ikut menikmatinya. Sebab, anggaran subsidi BBM cukup memberatkan APBN. Dalam lima tahun terakhir, kata Sudirman, negara harus mengucurkan Rp714 triliun untuk subsidi BBM.

"Mereka yang mampu ya jangan pakai BBM yang bersubsidi, pakai yang non subsidi. Nanti BPH Migas juga bisa mengawasi BBM subsidi ini tepat sampai ke sasaran, jangan sampai diselundupkan atau disalahgunakan," tuturnya.

Sudirman juga mengatakan, alokasi subsidi BBM bukan dicabut dari APBN. Ia menuturkan, pemerintah bukannya ingin menghapuskan subsidi BBM. Menurutnya, subsidi itu perlu dialihkan ke hal yang lebih produktif, apapun bentuknya, mulai dari bangun irigasi, jalan, sekolah, rumah sakit, dan lainnya.
Tags:

Berita Terkait