Memperjuangkan Masa Depan Kekayaan Intelektual Indonesia
Kolom

Memperjuangkan Masa Depan Kekayaan Intelektual Indonesia

Perlu upaya strategis untuk memperjuangkan masa depan kekayaan intelektual Indonesia agar dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, bangsa, dan negara.

Bacaan 6 Menit
Ari Juliano Gema. Foto: Istimewa
Ari Juliano Gema. Foto: Istimewa

Dalam rangka memperingati 77 tahun kemerdekaan Indonesia, saya diminta untuk menjadi salah satu narasumber dalam seminar nasional bertajuk "Refleksi dan Harapan 77 Tahun Citra Hukum Indonesia" yang diselenggarakan Ikatan Mahasiswa Magister Hukum Universitas Indonesia. Topik yang diberikan kepada saya adalah mengenai peran hukum kekayaan intelektual (KI) di masa kini dan masa depan.

Bagi saya ini adalah topik yang menarik karena hukum KI di Indonesia pada dasarnya telah banyak mengalami perkembangan sejak diperkenalkan pertama kali oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1840-an. Pada saat itu, Pemerintah Kolonial Belanda telah mengundangkan UU Merek (1885), UU Paten (1910), dan UU Hak Cipta (1912).

Pada perjalanannya, Presiden Soeharto pernah membentuk sebuah tim khusus di bidang KI melalui Keputusan No. 34/1986 (Tim Keppres 34), yang tugas utamanya adalah mencakup penyusunan kebijakan nasional di bidang KI, perancangan peraturan perundang-undangan di bidang KI, dan sosialisasi sistem KI. Salah satu tahapan penting lainnya adalah ditetapkannya pembentukan Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek, sebagai cikal bakal Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), pada tahun 1988.

Kemudian pada tanggal 15 April 1994 Pemerintah RI menandatangani Final Act Embodying the Result of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations, yang mencakup Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPS). Persetujuan TRIPS selanjutnya diratifikasi Pemerintah RI bersamaan dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia.

Baca juga:

Potret Masa Kini

Menurut Lawrence M. Friedman, sistem hukum dapat diterapkan dengan efektif apabila terdapat tiga unsur yang mendukung, yaitu struktur hukum, substansi hukum, dan budaya hukum. Hal tersebut juga dapat dipakai dalam memotret kondisi sistem hukum KI saat ini.

Dari segi struktur hukum, di Indonesia saat ini telah memiliki DJKI yang telah melakukan berbagai terobosan, yaitu antara lain menyelenggarakan sistem pendaftaran/pencatatan KI daring (online) dan pengembangan Pangkalan Data Kekayaan Intelektual (PDKI). DJKI telah merintis sistem pendaftaran/pencatatan KI daring (online) sejak tahun 2015 yang mendukung peningkatan pelindungan produk KI secara signifikan dari tahun ke tahun. PDKI juga memudahkan masyarakat untuk mengakses informasi secara daring (online) mengenai status permohonan pendaftaran/pencatatan KI.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait