Menakar Era Baru Penggunaan Satu Data dalam Pelayanan Publik
Utama

Menakar Era Baru Penggunaan Satu Data dalam Pelayanan Publik

Kebiasaan menggunakan NIK sebagai satu data menjadi bagian masyarakat dinilai dapat meningkatkan kesadaran bagi wajib pajak dan layanan publik lainnya.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit

Di sisi lain, kebiasaan menggunakan NIK sebagai satu data menjadi bagian masyarakat dapat meningkatkan kesadaran bagi wajib pajak. Dia menilai bagi masyarakat yang belum memiliki NPWP, cukup menyantumkan NIK. Ke depan, NIK bakal menjadi satu data nomor yang digunakan dalam berbagai pelayanan publik.

Prof. Zudan mengatakan, penggunaan NIK sedianya sudah diatur dalam Perpres No.62 Tahun 2019 tentang Strategi Nasional Percepatan Administrasi Kependudukan untuk Pengembangan Statistik Hayati pada bagian lampiran. Perpres ini menjadi jembatan agar semua layanan publik berbasis NIK, sebelum terbitnya UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). “Kemudian ditegaskan kembali dalam Perpres 83/2021,” ujarnya.

Baca:

Memastikan Keamanan

Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahuydi Djafar menemukan tantangan mendasar pemanfaatan NIK sebagai syarat dalam pelayanan publik. Mulai dari tantangan aspek individu, pemrosesan, hingga teknologi identifikasi. Menurutnya, pada aspek individu, penggunaan NIK sebagai syarat mengakses layanan publik rentan mendiskriminasi individu dengan identitas terstigma minoritas seksual, agama, masyarakat, hingga adat, dari fasilitas pelayanan publik.

Sedangkan pada aspek pemrosesan, pemanfaatan NIK tanpa didahului dengan regulasi pelindungan data pribadi yang menyeluruh, berpotensi menimbulkan malafungsi otentikasi, ketidakakuratan, dan pemrosesan berlebihan (overprocessing), yang melahirkan kerentanan baru bagi penduduk. “Terakhir, dalam aspek teknologi, sepanjang pemrosesan data kependudukan, telah terjadi beberapa kali insiden kebocoran dan pencurian data, sehingga penguatan keamanan sistem identifikasi diperlukan sebagai prakondisi pemanfaatan NIK,” ujar Wahyudi.

Ia mengingatkan, pemanfaatan NIK sebagai alat identifikasi dan otentikasi dalam pemberian layanan publik atau sosial lainnya, perlu mengacu pada prinsip dan standar perlindungan yang kuat. Serta berpijak pada prinsip-prinsip pendekatan berbasis manusia (human-centric approach). “Prinsip-prinsip tersebut adalah prinsip inklusi, prinsip privasi, prinsip keamanan, prinsip tata kelola yang baik, dan prinsip akuntabilitas,” katanya.

Elsam, kata Wahyudi, mendorong Presiden Joko Widodo mengevaluasi implementasi Perpres 83/2021 terkait penggunaan NIK sebagai syarat mengakses layanan publik. Caranya, dengan memperhatikan asas kebutuhan dan proporsionalitas terhadap pemanfaatan data NIK sebagai data pribadi. Selain itu, juga presiden pun perlu menyiapkan standar pengamanan dalam pelaksanaan Perpres 83/2021 dengan mengacu pada prinsip inklusi, privasi, keamanan dan tata kelola yang baik serta akuntabilitas.

Prof. Zudan menegaskan, institusi yang dipimpinnya mendorong pelayanan publik dengan akses data ke Dukcapil. Bila sedari 2015 masih terdapat 30 lembaga yang bekerja sama, saat ini sudah mencapai 3.904 institusi. Dia memastikan instrumen perlindungan data masyarakat berjalan aman dan terkendali. "Aman, sudah ribuan lembaga menerapkan kok," pungkasnya saat dikonfirmasi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait