Menakar Masa Depan Penyandang Disabilitas di Bawah Lindungan Hukum
Berita

Menakar Masa Depan Penyandang Disabilitas di Bawah Lindungan Hukum

Upaya untuk mewujudkan pembangunan inklusif terus dilakukan. Dukungan dari berbagai pihak menentukan keberhasilan cita-cita tersebut.

Oleh:
M-28
Bacaan 2 Menit

 

Pasal 31 ayat (1) UUD 1945:

“Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”

Pasal 9 ayat (2) UU Perlindungan Anak:

“Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus”

Pasal 51 UU Perlindungan Anak:

“Anak yang menyandang cacat fisik dan/atau mental diberikan kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa.”

Pasal 5 ayat (2) UU Sistem Pendidikan Nasional:

“Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus”

Pasal 32 ayat (1) UU Sistem Pendidikan Nasional:

“Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa”

UU Disabilitas:

Prinsip-prinsip: (i)mendapatkan pendidikan yang bermutu pada satuan pendidikan di semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan secara inklusif dan khusus; (ii) mempunyai Kesamaan Kesempatan untuk menjadi pendidik atau tenaga kependidikan pada satuan pendidikan di semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan; (iii) mempunyai Kesamaan Kesempatan sebagai penyelenggara pendidikan yang bermutu pada satuan pendidikan di semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan; dan (iv) mendapatkan Akomodasi yang Layak sebagai peserta didik

 

Fajri menjelaskan jika lingkungan pendidikan yang inklusif penting baik bagi penyandang disabiltas maupun non-disabilitas. Hal ini karena pendidikan inklusif menciptakan ruang kolaborasi dan adaptasi satu sama lain.

 

Terkait hak politik, Fajri menekankan bahwa penyandang disabilitas seharusnya tidak hanya dijamin haknya untuk memilih, melainkan juga dipilih. Dia membandingkan kuota minimal keterlibatan peremuan dengan penyandang disabilitas di bidang politik. Hasilnya bila jumlah perempuan di Indonesia saat ini adalah 49,73% dengan presentase penyertaan di bidang politik adalah 30%, maka bagi penyandang disabilitas yang jumlahnya 8,56% seharusnya ada 5,16% penyandang disabilitas yang terlibat dalam politik.

 

Ketentuan yang menjamin keterlibatan penyandang disabilitas dalam berpolitik terdiri dari:

 

Pasal 28D ayat (3) UUD 1945:

“Setiap warga negara berhak memperoleh keempatan yang sama dalam pemerintahan.”

Pasal 43 ayat (1) UU HAM

“Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.”

Pasal 71 UU Disabilitas:

“Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin hak politik penyandang disabilitas yang salah satunya dalam bentuk melindungi hak Penyandang Disabilitas untuk mencalonkan diri dalam pemilihan, untuk memegang jabatan, dan melaksanakan seluruh fungsi publik dalam semua tingkat pemerintahan

Pasal 5 UU Pemilu:

“Penyandang disabilitas yang memenuhi syarat mempunyai kesempatan yang sama sebagai pemilih, sebagai calon anggota DPR, sebagai calon anggota DPD, sebagai calon Presiden/Wakil Presiden, sebagai calon anggota DPRD, dan sebagai penyelengara Pemilu.”

 

“Meski begitu nyatanya masih ada pasal diskriminatif dalam undang-undang pemilu, di mana pasal tersebut pada akhirnya membatasi penyandang disabilitas untuk terlibat dalam politik,” tuturnya.

 

Pasal tersebut adalah Pasal 240 ayat (1) huruf d dan huruf h UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu).

 

Pasal 240 ayat (1) huruf d UU Pemilu:

Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah Warga Negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan dapat berbicara, membaca, dan/atau menulis dalam bahasa Indonesia”

Pasal 240 ayat (1) huruf h UU Pemilu:

“Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah Warga Negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan sehat jasmani, rohani, dan bebas dari penyalahgunaan narkotika”

Tags:

Berita Terkait