Menakar Tantangan Perbaikan Pelaksanaan Fungsi Legislasi
Berita

Menakar Tantangan Perbaikan Pelaksanaan Fungsi Legislasi

Kendala mulai keterlambatan pengesahan Prolegnas, tahap penyusunan lantaran penyebabnya belum tersedianya naskah akademik, hingga belum adanya kesiapan pemerintah melakukan pembahasan dengan DPR.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

“Kritik masyarakat adalah sumber energi kita untuk menunjukkan kerja nyata di bidang legislasi, anggaran dan pengawasan yang kita emban”. Kalimat pembuka dalam pidato laporan kinerja DPR tahun sidang 2015-2016 meluncur dari bibir Ketua DPR, Ade Komarudin, dalam rapat paripurna, Senin (29/8), sekaligus peringatan hari ulang tahun DPR ke-71. DPR memang kerap mendapat sorotan dan kritik dari masyarakat di bidang legislasi.

DPR kerap kali disibukan dengan persoalan pengawasan ketimbang legislasi. Sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU) acapkali molor pembahasannya. Tak melulu kendala berada di pihak DPR, namun pemerintah kerap pula mengalami kendala. Misalnya, pada sidang tahun pertama setidaknya telah dipetakan berbagai tantangan.

Antara lain keterlambatan pengesahan Prolegnas, tahap penyusunan lantaran penyebabnya belum tersedianya naskah akademik. Kemudian, penyampaian RUU dari pemerintah beserta kesiapan dalam pembahasan bersama DPR. Tak hanya itu, prioritas dan alokasi waktu rapat DPR yang belum terfokus pada bidang legislasi. Bahkan Badan Legislasi (Baleg) yang tak memiliki peran signifikan dalam penyiapan RUU. Serta belum terbentuknya Badan Keahlian DPR (BKD) sebagai supporting system.

Menurut Ade, beberapa permasalahan tersebut telah diupayakan untuk diperbaiki, antara lain telah terbentuknya BKD. Bahkan, struktur organisasi telah terisi sehingga dukungan terhadap legislasi dapat segera terwujud secara optimal agar dapat meningkatkan kinerja DPR. Hambatan lain dalam pembahasan RUU di DPR adalah seringnya terjadi perbedaan pendapat terhadap substansi RU. “Tak saja antar fraksi, bahkan DPR dengan pemerintah. Ironisnya, kerap pula terjadi perbedaan antar wakil pemerintah,” ungkap Ade.

Ketika bakal disahkan menjadi UU, sebuah RUU mesti mendapat persetujuan bersama. Oleh sebab itulah diperlukan upaya dalam mendapatkan kesepakatan antar semua pihak. Meski dimungkinkan pengambilan keputusan melalui voting, namun langkah itu menjadi pilihan terakhir. Pasalnya, jalan musyawarah mufakat tetap dikedepankan. Proses tersebut pun kerap ditempuh dan membutuhkan waktu. Akibatnya, penyelesaian RUU kerap sedikit tertunda.

Ade mengatakan, prolegnas penting bagi pembangunan hukum. Sayangnya, rencana RUU yang tertuang dalam Prolegnas acapkali jauh panggang dari api, ketika terdapat dinamika masyarakat yang memerlukan respon DPR dengan cepat. Sehingga, prioritas yang diharapkan dalam Prolegnas dapat bergeser menyesuaikan munculnya prioritas baru.

Pria biasa disapa Akom itu mengatakan, kehidupan berbangsa kerap mengalami perubahan dinamis yang kadang tak dapat diprediksi. Misalnya, muncul berbagai kasus yang menjadi perhatian masyarakat kerap memerlukan respon cepat DPR. Hal lainnya, ketika terdapat permasalahan anggaran negara, fokus di bidang legislasi mesti dibagi DPR dengan fungsi lainnya, yakni pengawasan dan anggaran. (Baca Juga: 2 Adagium RUU Saat Pembahasan di DPR)

Kendati demikian, kata Akom, lembaga yang dipimpinnya bakal berupaya melakukan percepatan pembahasan RUU. Menurutnya pembahasan RUU bakal dialokasikan sedemikian rupa agar pembahasan lebih intens. Bahkan bakal pula disediakan mekanisme dalam memfasilitasi pertemuan konsultasi dengan presiden maupun lembaga negara.

“Agar penyelesaiakn RUU tidak terhambat di masa yang akan datang, akan optimalkan pula pengaduan usul RUU yang berasal dari perseorangan anggota,” ujarnya.

Selesaikan 16 RUU
Sepanjang masa sidang Agustus 2015-Agustus 2016, setidaknya DPR telah merampungkan 16 RUU menjadi UU. Delapan diantaranya adalah RUU tentang Penjaminan, RUU Tabungan Perumahan Rakyat, RUU Perlindungan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam, RUU Penyandang Disabilitas, RUU Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan, RUU Perubahan Kekdua atas UU No.1 Tahun 2015 tentang Penetepan Perppu 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi UU, RUU Pengampunan Pajak, RUU Paten.

Sedangkan delapan RUU lainnya merupakan kumulatif terbuka yang telah rampung pembahasannya. Sebagaimana diketahui, RUU Kumulatif terbuka terdiri dari 5 RUU di bidang perjanjian internasional antara lain, Pertama RUU Pengesahan Perjanjian Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana antara Indonesia dan Republik Vietnam. Kedua, RUU Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Republik Polandia tentang Kerjasama di Bidang Pertahanan. (Baca Juga:  Kinerja Legislasi DPR, Partisipasi dan Aspirasi Publik Diabaikan)

Ketiga, RUU Pengesahan Memorandum Saling Pengerian antara Pemerintah Indonesia dan Vietnam tentang Peningkatan Kerjasama antara Pejabat Pertahanan dan Kegiatan Bidang Pertahanan. Keempat, Pengesahan Nota Kesepahaman antara Kementerian Pertahanan Indonesia dan Kementerian Pertahanan Republik Federasi Jerman mengenai Kerjasama di Bidang Pertahanan. Kelima, Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah RRC tentang Kerjasama Aktivitas dalam Bidang Pertahanan.

Sedangkan 3 RUU lainnya di bidang anggaran. Pertama, RUU Pertangungjawaban atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2014. Kedua, RUU APBN Tahun Anggaran 2016. Ketiga, RUU Perubahan APBN Tahun Anggaran 2016. “Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun sidang sebelumnya yang menyelesaikan 12 RUU,” ujarnya.

Sebagai bentuk konkrit atas usaha perbabikan sistem pendukung legislasi, DPR telah menandatangani nota kesepahaman dengan Kementerian Hukum dan HAM (KemenkumHAM) untuk melakukan pelatihan rutin dan berkala terhadap tenaga perancang UU. “Nota Kesepahaman ditandatangani pada 11 Agustus 2016,” tandas politisi Partai Golkar itu.

Ketua Komisi V Michael Wattimena mengapresiasi kinerja DPR kurun waktu masa sidang 2015-2016. Namun Michael mengkritik laporan kinerja DPR yang dituangkan dalam buku ringkasan. “Tapi alangkah baiknya buku ini diberikan kepada kepala desa, lurah, camat dan para pengamat yang selama ini mengkritisi kinerja kami,” pungkas politisi Demokrat itu.

Tags:

Berita Terkait