Menanti Kejelasan Hukum Produk Surety Bond dalam Industri Asuransi
Utama

Menanti Kejelasan Hukum Produk Surety Bond dalam Industri Asuransi

Perusahaan asuransi yang tetap memasarkan produk surety bond dapat dikenakan sanksi berupa pidana 15 tahun dan denda Rp10 miliar.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit

 

“Paling tidak OJK segera menerbitkan surat edaran untuk memberi kepastian pada pelaku usaha,” pungkas Kornelius.

 

(Baca: OJK Siapkan 5 Kebijakan Utama di Tahun 2019, Ini Rinciannya)

 

Sebelumnya, praktisi hukum perasuransian Ricardo Simanjuntak mengatakan perkembangan produk surety bond ini tidak lepas dari peran industri asuransi.  Dia menceritakan saat UU Perasuransian pertama kali disusun pada 1992 tidak ada pernyataan spesifik bagi perusahaan asuransi dapat menerbitkan produk surety bond ini. Ketentuan tersebut baru dituangkan dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No. 761/KMK.013/1992 yang diberikan kepada 20 perusahaan asuransi. 

 

Kemudian, khusus penerbitan surety bond sebagai penjaminan pembayaran kewajiban importir terhadap bea impor yang terutang kepada negara (custom bond) kala itu khusus pula dikeluarkan KMK No. 108/KMK.01/1995, yang dibatasi hanya berupa izin kepada 15 perusahaan asuransi. Artinya, tak semua perusahaan asuransi berdasarkan KMK 761 dapat menerbitkan surety bond untuk garansi pembayaran bea impor terutang.

 

Namun, selang hampir 40 tahun berjalan sebagai produk asuransi, surety bond akhirnya disebutkan secara spesifik sebagai produk lembaga penjaminan dengan lahirnya UU No. 1 tahun 2016 tentang Penjaminan. Bahkan ditegaskan pada pasal 61 ayat (1) UU a quo, bahwa setiap orang di luar Lembaga Penjamin yang telah melakukan kegiatan penjaminan sebelum berlakunya UU 1/2016 wajib menyesuaikan dengan ketentuan UU Penjaminan paling lambat tiga tahun sejak berlakunya UU a quo.

 

Hukumonline.com

Sumber: Materi Ricardo Simanjuntak

 

Lebih lanjut, Ricardo berpendapat terjadi penyempitan variasi produk pada industri asuransi dengan terbitnya UU Penjaminan ini. Ditambah lagi dengan pembatasan kewenangan perusahaan asuransi dalam penerbitan surety bond berdasarkan UU No. 40 tahun 2014 tentang Perasuransian, tampak tak terlihat komitmen pemerintah untuk memperkuat posisi perusahaan asuransi dalam mengeluarkan surety bond.

 

Terkait hal itu, lanjut Ricardo, Pasal 2 UU Perasuransian membatasi bahwa perusahaan asuransi hanya bisa menerbitkan produk asuransi, lalu dalam pengembangannya tidak spesifik dikatakan bahwa surety bond adalah produk asuransi.

 

“Kesimpulannya, produk yang lahir dan dikembangkan oleh perusahaan asuransi, kini dialihkan kepada lembaga penjaminan akibat Pasal 61 UU Penjaminan termasuk karena adanya pembatasan dengan kata ‘hanya’ pada Pasal 2 UU Perasuransian,” tegasnya.

Tags:

Berita Terkait