Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu melihat mayoritas tingkat pengamanan data pribadi amat lemah, sehingga dibutuhkan “wasit” yang memiliki independensi terhadap perlindungan dan pengelolaan data pribadi masyarakat. “Setelah kita tahu independensi kenapa, supaya bisa berdiri di tengah, cukup adil baik mengenai kelembagaan di pemerintahan maupun di swasta,” kata dia.
Menurutnya, belum adanya titik temu antara pemerintah dan DPR harus dicarikan jalan tengah. Kondisi tersebut berdampak tertundanya pembahasan RUU PDP. Padahal, penyelesaian RUU PDP menjadi prioritas komisinya bersama dengan pemerintah. “Artinya ini harus diselesaikan dengan niat dan komitmen yang sama,” tegasnya.
Staf Ahli Kemenkominfo periode 2007-2022, Prof Henri Subiakto menilai perlu duduk bersama pemerintah dan DPR menyamakan visi bagi kepentingan RUU PDP. Semua harus bersepakat keberadaan RUU PDP amat dibutuhkan dengan banyaknya persoalan bocornya data pribadi milik masyarakat yang belum bisa diatasi akibat regulasinya masih terbatas.
Misalnya, UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mengatur tentang kejahatan siber. Tapi, pihak yang bertanggung jawab ketika adanya data pribadi yang dikumpulkan dan dikelola oleh lembaga ataupun badan swasta serta penggunaanya tidak sesuai peruntukannya, tak ada aturannya.
Dia meminta DPR dan pemerintah perlu mengendurkan ego sektoralnya masing-masing menyikapi kebutuhan atas RUU DPD. Misalnya, soal kebutuhan konsep badan baru, perlu dicarikan jalan tengah. “Insya Allah bakal ada titik temu karena kita ingin segera menyelesaikan RUU PDP. Ganjalannya hanya badan baru,” katanya.