Mendesak, Aspermigas dan Praktisi Dorong Segera Revisi UU Migas
Terbaru

Mendesak, Aspermigas dan Praktisi Dorong Segera Revisi UU Migas

UU Migas tidak mendukung kepentingan nasional. Mahkamah Konstitusi sudah memberi amanat segera merevisi UU Migas satu dekade lalu.

Oleh:
Normand Edwin Elnizar
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) dan perwakilan in house counsel setuju bahwa revisi UU No.22 Tahun 2001 jo UU No.11 Tahun 2020 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) perlu jadi prioritas serius. Insentif dan kepastian hukum bagi kalangan industri dibutuhkan pada UU Migas baru. Alasannya, bisnis migas masih dibutuhkan Indonesia termasuk untuk pemenuhan kebutuhan energi dalam negeri.

“UU Migas saat ini tidak kondusif untuk kebutuhan investasi, padahal migas masih sangat Indonesia butuhkan untuk kepentingan nasional. Revisi UU Migas sangat penting,” kata Ali Nasir, Vice President Legal, Commercial, and Planning Premier Oil kepada Hukumonline, Jum’at (25/11/2022).

Ali menyampaikan penjelasannya dari lokasi 3rd International Convention of Indonesia Upstream Oil and Gas 2022 (IOG 2022) di Nusa Dua, Bali. Konvensi Internasional III Industri Hulu Minyak dan Gas itu digelar pada 23-25 November 2022.

Dihubungi terpisah, Sekretaris Jenderal Aspermigas Moshe Rizal menyatakan hal yang sama. “Kita bersaing dengan negara lain untuk memberi insentif pada investasi migas. Kita butuh kepastian hukum dan insentif yang lebih baik di level undang-undang,” kata Moshe kepada Hukumonline.

Mengapa revisi UU Migas perlu jadi prioritas serius? Moshe mengingatkan industri minyak dan gas masih dibutuhkan meski dunia dalam transisi peralihan energi fosil ke energi ramah lingkungan.

“Minyak dan gas memang penyumbang emisi terbesar. Namun, permintaan suplai migas di dunia masih meningkat. Estimasinya masih sampai 15 tahun ke depan,” kata Moshe. Moshe mengatakan tidak mungkin dunia tiba-tiba meninggalkan migas untuk memenuhi kebutuhan energi.

Moshe menyebut produsen suplai migas di Asia mulai dari Vietnam, Malaysia, hingga Cina masih giat mencari investor untuk peningkatan produksi. Masih ada peluang untung dari kebutuhan suplai migas di tengah kondisi makin berkurangnya produsen. “Di satu sisi pendanaan dari sektor jasa keuangan pada bisnis migas makin ketat karena tuntutan global beralih ke green energy, jadi bisnis migas makin selektif,” kata dia.

Tags:

Berita Terkait