Mendorong Aksesibilitas Digital bagi Penyandang Disabilitas
Terbaru

Mendorong Aksesibilitas Digital bagi Penyandang Disabilitas

Untuk dapat menunjang akesibilitas digital bagi penyandang disabilitas bisa dilakukan dengan membentuk tim yang paham, mampu, dan mau belajar terkait public service yang accessible; adanya kebijakannya, standarisasi, serta SOP jika memungkinkan; dan melibatkan difabel.

Oleh:
Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Founder Knowledge & Accessibility yang juga Director Suarise Rahma Utami dalam Multi-Stakeholder Dialogue 13 bertajuk 'Mewujudkan Pelayanan Publik Digital yang Terpadu dan Inklusif', Kamis (16/6/2022). Foto: FKF
Founder Knowledge & Accessibility yang juga Director Suarise Rahma Utami dalam Multi-Stakeholder Dialogue 13 bertajuk 'Mewujudkan Pelayanan Publik Digital yang Terpadu dan Inklusif', Kamis (16/6/2022). Foto: FKF

Pasal 1 ayat (1) UU No.25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik menyebutkan pelayanan publik merupakan kegiatan yang dilakukan oleh penyelenggara pelayanan publik untuk memenuhi kebutuhan pelayanan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan. Dalam hal ini, penyelenggara pelayanan publik ialah pemerintah. Seluruh masyarakat tanpa terkecuali memiliki hak yang melekat pada dirinya untuk mengakses serta memperoleh layanan publik sebagaimana mestinya.

“Ketika kita bicara soal public service, kita bicara soal informasi publik. Saya mengutip dari UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang intinya segala informasi yang dipublikasikan untuk kepentingan publik. Jadi keterbukaan informasinya sendiri harus accessible terlebih dahulu,” kata Founder Knowledge & Accessibility yang juga merupakan Director Suarise, Rahma Utami dalam paparan materinya di hari kedua Multi-Stakeholder Dialogue 13 bertajuk “Mewujudkan Pelayanan Publik Digital yang Terpadu dan Inklusif, Kamis (16/6/2022).

Rahma mengatakan ketika membahas aksesibilitas bagi publik, termasuk pula di dalamnya para penyandang disabilitas. Mengenai disabilitas sendiri pada dasarnya, kata Rahma, telah diatur dalam UN Convention on The Rights of Persons with Disabilities (UNCRPD) yang telah diratifikasi Indonesia melalui UU No.8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Baca Juga:

Poin yang ditekankan dalam UNCRPD mengenai ragam disabilitas dan bagaimana memposisikan difabel bukan lagi sebagai objek charity, penanganan medis, dan perlindungan sosial, melainkan juga menjadi subjek aktif partisipasi dari difabel. Dengan 5 poin dibahas yakni perihal komunikasi baik alat atau cara berkomunikasinya, bahasa, diskriminasi yang terjadi sehari-hari, reasonable accommodation, dan universal design.

Ia menerangkan sebetulnya pada handphone telah menghadirkan fitur aksesibilitas bagi penggunanya. Namun demikian tetap sukar dioperasikan karena masih banyaknya aplikasi atau konten yang tidak memberi akses serupa, sehingga handphone tidak dapat mengakomodir semestinya. Hal tersebut tentu berimplikasi terhadap digital accessibility dari difabel.

“Secara internasional, digital accessibility itu ada (projectnya) ditulis A11y, dibacanya Ally. Ini fokusnya bagaimana suatu website, aplikasi, atau digital experience lainnya itu bisa diakses oleh user yang besar jumlahnya tidak terbatas pada kemampuan mereka (disabilitas ataupun bukan) dan juga dengan atau tanpa assistive technology. Yang paling penting dari platform digital ini menjangkau banyak orang termasuk difabel.”

Tags:

Berita Terkait