Mendorong Pembahasan RUU PKS Agar Segera Disahkan
Terbaru

Mendorong Pembahasan RUU PKS Agar Segera Disahkan

Semua anggota dewan dan fraksi di parlemen harus menyatukan persepsi dan berkomitmen agar segera membahas dan menyetujui RUU PKS menjadi UU pada akhir 2021.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit

“Semua pihak hendaknya beradu argumentasi berlandaskan fakta, data, dan pengalaman empirik selama ini. Jangan bersandar pada interpretasi dan tuduhan abstrak yang mengawang-awang,” kata Taufik Basari.

Sementara Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) Anggia Ermarini melihat tingginya angka kekerasan seksual terhadap perempuan dalam beberapa waktu terakhir.  Karena itulah, RUU PKS menjadi urgen keberadaannya untuk melindungi kaum rentan.

Sejak awal, organisasi perempuan NU itu mendukung dan mendorong tindak lanjut pembahasan hingga pengesahan RUU PKS menjadi UU. Sebagai bentuk dukungan, Fatayat NU selama ini melalui jaringannya di dalam negeri maupun luar negeri kerap memberikan pendampingan terhadap para korban kekerasan seksual.

Senada, Ketua Bidang Sosial Kemasyarakatan PP Nasyiatul Aisyiyah, Khotimun Susanti berpandangan melindungi masyarakat dari ancaman kejahatan, termasuk kekerasan seksual merupakan perintah agama. Korban kekerasan seksual adalah orang tertindas yang harus dilindungi secara hukum. “Itu esensi perlindungan di negara hukum, seperti Indonesia,” kata Khotimun.

Aktivis gender dan hak asasi manusia (HAM) Yuniati Chuzaifah menilai penting aturan setingkat UU untuk melindungi warga negara dari ancaman kekerasan seksual terutama kalangan perempuan dan anak-anak. Menurutnya, anak lelaki atau perempuan rentan menjadi korban kekerasan seksual, apalagi di era disrupsi teknologi digital saat ini. “Kekerasan seksual tidak hanya bisa terjadi secara konvensional, tetapi juga bisa secara daring dengan bermacam bentuk.”

Yuniati melanjutkan kasus kekerasan seksual secara daring pertama kali di laporkan ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada 1986. Empat belas tahun kemudian yakni pada 2000 terdapat ratusan laporan tentang kekerasan seksual secara daring masuk ke KPAI. Laporan itu belum termasuk laporan yang masuk ke kepolisian.

Menurutnya, banyaknya laporan yang masuk ke KPAI dan kepolisian menunjukan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak berada di depan mata. Sementara temuan Komisi Nasional Perempuan, terdapat banyaknya korban berjatuhan, tapi tak ada pelaku yang diganjar hukuman lantaran ketiadaan aturan hukumnya. “Jadi, sungguh aneh bila ada pihak yang menganggap RUU PKS tidak urgen,” katanya.

Tags:

Berita Terkait