Mendorong Penghapusan Diskriminasi Terhadap Hak Perempuan
Terbaru

Mendorong Penghapusan Diskriminasi Terhadap Hak Perempuan

Perlakuan diskriminasi masih ditemukan diberbagai bidang termasuk hukum.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Perlakuan diskriminatif, menurut Bamsoet masih terjadi di bidang hukum. Hasil Survei Komnas HAM dan Litbang Kompas pada Oktober 2021 mengungkap 27,8 persen responden mengatakan pernah menyaksikan, mendengar, atau mengalami perlakuan diskriminatif ketika berhadapan dengan aparat penegak hukum.

Bamsoet menekankan sejumlah regulasi melarang diskriminasi seperti UU No.40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang melarang diskriminasi berdasarkan jenis kelamin dalam pekerjaan dan regulasi lainnya.

“Tapi yang penting diingat adalah, bahwa penguatan aspek regulasi harus berjalan beriringan dengan implementasinya, agar benar-benar memberikan dampak nyata," tegasnya.

Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani, mengatakan sepanjang tahun 2022 jumlah pengaduan yang dihimpun dari lembaga layanan dan Badilag mencapai 457.895 pengaduan. Pengaduan yang diterima Komnas Perempuan meningkat dari tahun 2021 4.322 menjadi 4.371 di tahun 2022. Pengaduan paling banyak yakni kekerasan berbasis gender (KBG).

Andy menjelaskan data pengaduan Komnas Perempuan sepanjang tahun 2022 menunjukkan kekerasan seksual sebagai bentuk kekerasan terhadap perempuan yang dominan (2.228 kasus/38.21persen) dan kekerasan psikis (2.083 kasus/35,72 persen). Sedangkan data dari lembaga layanan didominasi oleh kekerasan dalam bentuk fisik (6.001 kasus/38.8 persen), diikuti dengan kekerasan seksual (4102 kasus/26.52 persen).

Tahun 2022 Komnas Perempuan mencatat sedikitnya terbit 20 kebijakan yang memuat diskriminasi secara langsung dan tidak langsung kepada perempuan. Kebijakan diskriminatif masih menggunakan pola pengaturan yang sama, yaitu potensi kriminalisasi, kontrol terhadap tubuh perempuan melalui pembatasan hak berekspresi dan berkeyakinan.

“Serta pembatasan kehidupan beragama yang berdampak pada pembatasan dan atau pembedaan atas dasar agama,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait