Mendorong Peran Pengawasan DPR Saat Pandemi Covid-19
Utama

Mendorong Peran Pengawasan DPR Saat Pandemi Covid-19

Karena ada 7 persoalan besar yang perlu disikapi DPR sebagai pengawas kebijakan pemerintah dalam penanganan Covid-19 agar lebih efektif.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Keempat, kartu prakerja belum berjalan, padahal korban pemutusan hubungan kerja (PHK) dampak Covid-19 jumlahnya semakin meningkat. Timboel, jumlahnya semakin meningkat. Timboel mengkritik prosedur yang berbelit bagi korban PHK untuk mendapat kartu prakerja antara lain tes dan pelatihan yang sifatnya wajib. “DPR seharusnya melakukan pengawasan atas pelaksanaan kartu prakerja tersebut, misalnya meminta pemerintah menyederhanakan prosedur dengan menghapus tes dan memperjelas persyaratannya,” usulnya.

 

Kelima, pemerintah berencana memberikan bantuan berupa kartu prakerja dengan manfaat berupa uang Rp600 ribu untuk 4 bulan. Program lain yang serupa yakni keluarga harapan (PKH) untuk rakyat miskin manfaatnya berbeda yakni uang Rp600 ribu selama 3 bulan. “DPR seharusnya tidak membiarkan perbedaan manfaat program ini karena masyarakat yang membutuhkan bantuan untuk menghadapi Covid-19 bisa jadi lebih dari 3 bulan.”

 

Keenam, pemerintah hanya memberikan insentif PPh21 untuk pekerja di sektor pengolahan. Padahal pandemi Covid-19 berdampak ke seluruh sektor. DPR perlu bersuara agar pemerintah menerapkan insentif ini untuk seluruh sektor usaha. Ketujuh, DPR harus mengawasi alokasi dana yang digulirkan pemerintah untuk stimulus menghadapi pandemi Covid-19 sebesar Rp405,1 triliun. DPR harus mengetahui rincian anggaran ini dan memiliki perhitungan sendiri untuk mengkritisi penggunaan anggaran dana tersebut agar tepat sasaran dan sesuai peruntukan.

 

“DPR harus menghentikan pelaksanaan fungsi legislasi, saat ini yang paling penting fokus pada fungsi anggaran dan pengawasan,” tegas Timboel.

 

Baca Juga: Baleg DPR Tak Menargetkan Penyelesaian RUU Cipta Kerja

 

Dengar aspirasi publik

Manajer Kampanye Pangan-Air-Ekosistem Esensial Walhi, Wahyu Perdana, melihat sampai Senin (20/4/2020), DPR masih membahas RUU Cipta Kerja. Dia mengingatkan DPR untuk mendengarkan aspirasi publik agar pembahasan RUU Cipta Kerja dihentikan sementara. Pembahasan RUU Cipta Kerja ini oleh DPR, menurut Wahyu cacat karena substansinya menabrak prinsip banyak peraturan perundang-undangan, mengabaikan HAM, dan mengancam lingkungan hidup.

 

“RUU ini lebih tepat disebut ‘karpet merah bagi korporasi’, tidak sesuai dengan judul Cipta Kerja,” katanya.

 

Selain itu Wahyu menilai RUU Cipta Kerja sejak awal catat prosedur, tidak partisipatif dan tertutup. Keputusan Badan Legislasi (Baleg) DPR membentuk panitia kerja (Panja) untuk membahas RUU Cipta Kerja melanggar prosedur formal legislasi. Mengacu Pasal 151 ayat (1) Peraturan DPR tentang Tata Tertib yang disahkan 2 April 2020, Wahyu mengatakan pembahasan RUU dalam Panja dilakukan setelah rapat kerja (raker) antara komisi, gabungan komisi, Baleg, panitia khusus, atau badan anggaran bersama menteri yang mewakili Presiden.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait