Mendorong Reforma Agraria Lewat RUU Masyarakat Hukum Adat
Utama

Mendorong Reforma Agraria Lewat RUU Masyarakat Hukum Adat

Karena pelaksanaan Perpres Reforma Agraria selama ini belum mampu mengatasi dan menyelesaikan konflik pertanahan. RUU MHA menunggu pengesahan menjadi usul inisiatif DPR.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Belum lama ini, Deputi II Sekjen Urusan Politik Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Erasmus Cahyadi menilai kebijakan pemerintah terhadap MHA selama ini lebih mengarah pada penundukan. Kebijakan ini dilegitimasi oleh hukum dan tindakan birokrasi termasuk masyarakat luas seperti rasis, diskriminatif, mengeksklusi, pembatasan, stereotipe negatif, dan stigma terhadap MHA.

Dia mengingatkan UUD RI 1945 mengakui keberadaan MHA, tapi juga membatasi. Pembatasan yang diatur konstitusi untuk MHA sifatnya politik, sosiologis, dan hukum. Batasan yang sifatnya politik seperti soal frasa yang menyebut “sesuai dengan kepentingan NKRI,” yang tafsirnya bisa bermacam-macam. Begitu juga dengan pembatasan sosiologis yang ada dalam frasa “sesuai dengan perkembangan masyarakat.” Terakhir, pembatasan hukum yang diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan.

Erasmus memaparkan sedikitnya 3 hal pentingnya UU MHA. Pertama, pengakuan masyarakat adat sebagai subjek hukum adalah prasyarat dari pengakuan hak tradisional atau hak asal-usul masyarakat adat. Kedua, terkait hak atas wilayah adat, pengakuan masyarakat adat sebagai subjek hukum yang selanjutnya diikuti pengakuan hak sekaligus menandakan berakhirnya penguasaan negara (atas hutan adat, red) sebagaimana amanat putusan MK.

Ketiga, pengakuan hak atas wilayah adat dilakukan oleh menteri, tapi ada sejumlah pembatasan, misalnya penguasaan pihak ketiga. Artinya, tanah ulayat ataupun hutan adat yang telah diberikan izin oleh negara (menteri) kepada pihak ketiga dikecualikan dari objek pengakuan hak. Meskipun ada batasan, tapi akhirnya hutan adat yang dikuasai pihak ketiga diakui sebagai hutan adat.

Menurutnya, UU MHA diharapkan dapat menertibkan beragam aturan yang selama ini mengatur MHA secara parsial dan terjadi tumpang tindih. “UU MHA diharapkan jadi instrumen satu-satunya prosedur pengakuan dan batasan yang dibolehkan dalam mengakui MHA,” usulnya.

Tags:

Berita Terkait