Mendudukan Izin Lingkungan Sebagai Instrumen Save Guard
Berita

Mendudukan Izin Lingkungan Sebagai Instrumen Save Guard

Persoalan keterbukaan data dalam dokumen izin lingkungan akan menjadi tantangan tersendiri sebab pelaku usaha terkadang merasa kurang nyaman.

Oleh:
DAN
Bacaan 2 Menit
Direktur Pencegahan Dampak Lingkungan Usaha dan/Kegiatan (PDL-UK) Kementrian Lingkungan Hidup & Kehutanan, Ary Sudijanto, saat menjadi pembicara dalam Acara Pelatihan yang diselenggarakan oleh hukumonline, Selasa (16/5), di Jakarta. Foto: DAN
Direktur Pencegahan Dampak Lingkungan Usaha dan/Kegiatan (PDL-UK) Kementrian Lingkungan Hidup & Kehutanan, Ary Sudijanto, saat menjadi pembicara dalam Acara Pelatihan yang diselenggarakan oleh hukumonline, Selasa (16/5), di Jakarta. Foto: DAN
Salah satu problem penerapan izin lingkungan adalah paradigma stakeholder terkait dalam melihat pentingnya izin lingkungan. Pemerintah sebagai penentu, masyarakat, serta pelaku usaha di sektor lingkungan, sebagian besar sampai saat ini masih menempatkan instrumen seperti Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL), dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) sebagai performa izin.

“Sebetulnya itu adalah upaya untuk melindungi. Bagi pemerintah, instrumen ini untuk melindungi kepentingan publik dan lingkungan karena obyek yang ditangani di sini adalah public goods. Sementara sebetulnya yang namanya save guard juga dibutuhkan oleh pelaku usaha. Karena pelaku usaha itu perlu kepastian hukum dan perlindungan hokum,” kata Direktur Pencegahan Dampak Lingkungan Usaha dan/Kegiatan (PDL-UK) Kementrian Lingkungan Hidup & Kehutanan, Ary Sudijanto, kepada hukumonline, Selasa (16/5), di Jakarta.

Menurut Ary, selain untuk melindungi masyarakat dan lingkungan, sebenarnya izin lingkungan didesain untuk memberikan kepastian hak dari pelaku usaha di bidang lingkungan. Hal ini untuk melindungi para pelaku usaha dari kemungkinan timbulnya sengketa di kemudian hari. “Kalau tidak ada kepastian maka mereka bisa digugat, diadukan, bahkan peras-peras sama orang,” ujar Ary. (Baca Juga: Rekomendasi WALHI Terkait Implementasi Moratorium Izin Tata Kelola Hutan)

Untuk itu, agar jelas hak dan kewajiban yang dimiliki oleh para pelaku usaha, instrumen AMDAL, UKL/UPL, dan Izin lingkungan menjadi penting. Berdasarkan instrumen tersebut, Pemerintah memiliki dasar untuk memberikan perlindungan hukum terhadap para pelaku usaha apabila terjadi sengketa lingkungan.

“kan role of the game nya begitu, saya (Pemerintah) kasih izin semuanya, kalau ada permasalahan, yah Pemerintah yang ikut membela bahwa kegiatan ini sudah benar, sudah melakukan kewajiban yang diinginkan, sebenarnya begitu,” jelas Ary.

Ary menambahkan, kepastian hukum dalam menjalankan usaha semacam ini merupakan hal yang dibutuhkan untuk memperbaiki iklim investasi di Indonesia. Hal berbeda apabila instrumen izin lingkungan diposisikan sebagai performa izin karena mindset para pelaku usaha akan berbeda melihat izin lingkungan sebagai performa izin. (Baca Juga: Ketentuan Area Pengelolaan Hutan Diubah, Pekerja Industri Kehutanan Resah)

“Seolah-olah ini menjadi hambatan. Karena untuk mencapai satu performa izin saja butuh waktu sekian lama begitu. Hal ini akan berbeda kalau dipandang sebagai save guard. Memang butuh waktu, butuh benar-benar tahu apa yang harus dilakukan, apa yang harus benar-benar menjadi hak dan kewajiban sehingga butuh waktu,” tambah Ary.

Terkait praktik pembuatan AMDAL pada pada saat kegiatan usaha sudah berada pada tahap pelaksanaan, Ary menegaskan jumlahnya sangat sedikit. Hal ini karena Pemerintah baik pusat dan daerah selama ini cukup teliti mencermati persoalan tersebut.

“Karena ada yang begitu, setelah kegiatan udah dilaksanakan, biasanya kami dan temen-temen kami di daerah gak mau proses AMDALnya lagi. Sehingga kita sediakan dokumen yang bukan AMDAL lagi tapi DELH/DPLH. Karena sifatnya bukan perencanaan. Sifatnya evaluasi. Kalau AMDAL sifatnya perencanaan kalau DELH/DPLH (Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup/Dokumen Penngelolaan Lingkungan Hidup) mengevaluasi kegiatan yang sudah berjalan. Jadi kayak audit begitu,” ujarnya. (Baca Juga: Revisi PP, Pemerintah Perketat Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut)

Selanjutnya, terkait penerapan praktik penerbitan izin lingkungan, secara sistem menurut Ary, posisi Indonesia di Asia termasuk yang paling baik. “Sistem AMDAL Indonesia termasuk yang paling advance, termasuk sistem keterlibatan publik kita itu dipandang yang paling baik. Cuma kita lemahnya disisi implementasi. Jadi justru yang harusnya diperkuat adalah penegakan hukum,” tukasnya.

Sementara itu, Partner Soemadipradja & Taher Advocates, Ardian Deny Sidharta, kepada hukumonline mengatakan mendudukan paradigma izin lingkungan sebagai upaya perlindungan Pemerintah terhadap para pelaku usaha merupakan hal yang positif. “Memang harus seperti itu,” terangnya.

Namun, Deny memberikan catatan bahwa persoalan keterbukaan data dalam dokumen izin lingkungan akan menjadi tantangan tersendiri sebab pelaku usaha terkadang merasa kurang nyaman apabila rencana-rencana perusahaannya ikut terpublish lewat AMDAL misalnya.

“Dengan kita AMDAL, maka ada kewajiban sosialisasi jadi akan dibuka rencana perusahaan, kadang kan orang bisnis juga kurang confidential juga, kita ekspansi dimana ini harus dibuka di AMDAL begitu,” pungkas Deny.

Tags:

Berita Terkait