Mendudukkan Polemik Hukum Pembebasan Abu Bakar Ba'asyir
Utama

Mendudukkan Polemik Hukum Pembebasan Abu Bakar Ba'asyir

Ahli hukum berbeda pendapat atas konstruksi hukum yang digunakan Presiden Joko Widodo.

Oleh:
Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

 

Tindakan itu meringankan syarat yang harus dipenuhi Abu Bakar Ba’asyir. Hal ini diatur Pasal 8 Permenkumham RI No.03 Tahun 2018 tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, Dan Cuti Bersyarat jo PP No.99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas PP Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

 

Pasal 8 Permenkumham No.03 Tahun 2018

Narapidana yang melakukan tindak pidana terorisme untuk mendapatkan Remisi, selain harus memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 juga harus memenuhi syarat:

  1. bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya;
  2. telah mengikuti Program Deradikalisasi yang diselenggarakan oleh Lapas dan/atau Badan Nasional Penanggulangan Terorisme; dan
  3. menyatakan ikrar:
  1. kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia secara tertulis bagi Narapidana warga negara Indonesia; atau
  2. tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme secara tertulis bagi Narapidana warga negara asing.

 

Yusril dan Mahendradatta mengakui Abu Bakar Ba’asyir menolak menandatangani surat ikrar kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Syarat ini juga diatur dalam Pasal 34A PP No.99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas PP Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Artinya, Abu Bakar Ba’asyir bisa saja mendapatkan pembebasan tanpa memenuhi persyaratan itu.

 

“Presiden itu kan bisa mengambil kebijakan dengan asas kebebasan bertindak, dalam keadaan tertentu pejabat administrasi negara itu dapat mengesampingkan aturan kebijakan, seperti yang dibuat oleh Menteri sepanjang dia bisa mempertahankan alasan-alasan yang benar,” jelas Yusril. Ia pun menggarisbawahi bahwa tindakan ini bukan jenis diskresi seperti dimaksudkan UU No.30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Tegasnya, kriterianya tidak tunduk pada UU Administrasi Pemerintahan tersebut.

 

Yusril melanjutkan penjelasan soal kesediaan Presiden Joko Widodo memberi keringanan syarat penandatanganan surat ikrar kesetiaan pada Negara Kesatuan Republik Indonesia itu setelah menyampaikan hasil perbincangan Yusril dengan Abu Bakar Ba’asyir yang kemudian diterima Presiden Joko Widodo.

 

“Kalau Pancasila sejalan dengan Islam kenapa tidak patuh kepada Islam saja, kata Ustadz (Abu Bakar Ba’asyir),” kata Yusril mengutip pendapat Abu Bakar Ba’asyir. Yusril meyakinkan Presiden Joko Widodo bahwa keyakinan Abu Bakar Ba’asyir sudah bisa dianggap cukup bahwa ia menerima dan setia pada Pancasila melalui ketaatannya pada Islam.

 

Persetujuan Presiden Joko Widodo dilanjutkan dengan perintah membebaskan Abu Bakar Ba’asyir kepada Menteri Hukum dan HAM. Yusril menambahkan eksekusi pembebasan akan dilakukan segera meskipun belum dipastikan tanggalnya. Namun ketika ditanya wartawan soal produk hukum pembebasan ini, Yusril menyebutkan hal itu sudah cukup dengan perintah lisan Presiden.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait