Menegakkan Reformasi Institusi
Editorial

Menegakkan Reformasi Institusi

Reformasi institusi perlu dilakukan secara menyeluruh hingga ke akarnya, bukan menambah persoalan baru dengan membentuk lembaga baru seperti Tim Pemburu Koruptor.

Oleh:
RED
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Ada-ada saja kelakuan oknum aparat penegak hukum yang mengeluarkan izin surat jalan kepada buronan Joko Soegiarto Tjandra untuk pergi ke Pontianak pada Juni lalu. Gegara ‘masuk angin’ oknum ini, penegakan hukum terhadap buron kasus hak tagih Bank Bali tersebut menjadi tersendat.

Perlu ada perbaikan menyeluruh di tubuh Kepolisian sehingga persoalan serupa tak perlu muncul lagi. Reformasi institusi Kepolisian perlu segera dilakukan. Oknum-oknum yang kerap ‘masuk angin’ terhadap tersangka atau buronan kelas kakap hingga kelas teri perlu diberantas hingga ke akarnya. Bukan ‘mengobati’ dengan mengaktifkan kembali Tim Pemburu Koruptor seperti yang digaungkan Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan.

Di sisi lain, keberadaan Tim Pemburu Koruptor yang pernah aktif beberapa tahun lalu menyisakan kritik. Efektivitas pelaksanaan pemburuan tak berjalan mulus. Bahkan, selama delapan tahun dibentuk, Tim Pemburu Koruptor hanya berhasil menangkap empat buronan dari 16 buronan yang ditargetkan.

Selain itu, wacana pembentukan Tim Pemburu Koruptor ini juga tak sejalan dengan langkah Presiden Joko Widodo yang membubarkan 18 lembaga dalam rangka percepatan penanganan Covid-19 serta pemulihan perekonomian dan transformasi ekonomi nasional sesuai Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2020. Tim Pemburu Koruptor itu rencananya akan dipimpin Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan dan beranggotakan Kepolisian RI, Kejaksaan dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Seharusnya, ‘mengobati penyakit’ ini tidak perlu dengan reaktif membentuk lembaga baru yang bisa memungkinkan menimbulkan tumpang tindih kewenangan di kemudian hari. Pengobatan cukup dilakukan dengan konsisten melakukan reformasi lembaga sehingga persoalan serupa tak kambuh lagi. Sisi lain, peran pengawas internal dan eksternal baik di Kepolisian, Kejaksaan maupun institusi penegak hukum lain perlu digenjot lagi. Keseriusan penegakan hukum patut dipertanyakan jika hanya lips service semata.

Belum lagi soal aparatur pemerintahan yang memberikan jalan mulus bagi Joko Tjandra membuat Kartu Tanda Penduduk Elektronik. Hak istimewa kepada orang tertentu harus segera dihilangkan. Pemerintah harus segera bertindak. Berikan sanksi tegas baik administrasi hingga pidana kepada para oknum tersebut sehingga menjadi contoh agar persoalan serupa tak dilakukan lagi.

Reformasi di institusi aparat penegak hukum, seluruh lembaga aparatur pemerintah hingga para pelayan masyarakat diefektifkan secara serius. Bukan sebagai jargon semata, namun penyakit yang sama kerap muncul. Evaluasi terhadap hasil reformasi institusi perlu dilakukan secara berkala, sehingga tak ada celah untuk membuat hal yang serupa.

Jika terdapat temuan penyimpangan, segera ditindak tegas sehingga menimbulkan efek jera. Persoalan reformasi institusi ini memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Perlu ada political will dari para pimpinan institusi sehingga reformasi institusi berjalan lancar. Keseriusan ini penting untuk menegakkan hukum sehingga Kembali baik di mata publik.

Jangan sampai cara yang diambil seperti mengobati luka di tiap persoalan dan terus berulang sehingga dapat menimbulkan masalah lain. Perlu dibuat pondasi dasar penegakan reformasi sehingga celah penyimpangan tak muncul lagi dan hanya menjadi pengobat sesaat saja.

Tags:

Berita Terkait