Menelaah Kegunaan Psikologi Forensik dalam Penegakan Hukum
Berita

Menelaah Kegunaan Psikologi Forensik dalam Penegakan Hukum

Dalam kasus apapun ketika aparat membutuhkan perspektif psikologi, maka psikologi forensik bisa diterapkan.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Foto ilustrasi: BAS
Foto ilustrasi: BAS
Psikologi menjadi salah satu cabang ilmu yang dibutuhkan dalam mengungkap suatu kasus tindak pidana. Psikologi memberikan pemahaman ilmiah bagi penegak hukum untuk memahami tingkat validasi keterangan yang didapatkan dari korban, saksi, maupun pelaku. Sebab, penegakan hukum tak bisa asal tebak hanya berdasarkan dugaan semata.

“Jadi, psikologi forensik adalah salah satu cabang psikologi yang diterapkan khusus untuk penegakan hukum,” kata Nathanael Elnadus Johanes Sumampouw, Ketua Asosiasi Psikologi Forensik wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi kepada hukumonline, Rabu (17/2).

Lelaki yang akrab disapa Nael itu mengatakan bahwa psikologi forensik tidak terbatas pada penanganan kasus pembunuhan. Menurutnya, dalam kasus apapun ketika aparat membutuhkan perspektif psikologi, maka psikologi forensik bisa diterapkan. Misalnya, ia mencontohkan ketika aparat melakukan investigasi terhadap saksi yang juga korban, atau orang-orang yang perlu mengalami trauma.

Nael menjelaskan, orang-orang dengan kondisi psikologis yang khusus perlu pendampingan psikolog forensik. Hal ini dalam rangka membantu penegak hukum menemukan kepingan fakta yang dicari. Sebab, bisa saja orang yang keterangannya diperlukan itu tak mau bicara atau tidak bisa mengungkapkan memorinya lantaran beban psikologis yang berat.

Nael yang juga menjadi pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia,mengatakanpendampingan psikolog memang diberikan terhadap orang-orang yang dibutuhkan keterangannya. Akan tetapi, sejatinya klien dari psikolog tersebut adalah institusi penegak hukum.

Diamenjelaskan, hal ini memang berbeda dengan praktik psikologi pada umumnya. Menurutnya, psikologi klinis memberikan assessment kepada kliennya yang merupakan orang yang diteliti secara psikologis. Sebab, tujuannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan psikologi orang yang bersangkutan.

Di sisi lain, tujuan dari psikologi forensik adalah membantu penegak hukum mengungkap suatu kasus, sehingga hasil telaah psikologis yang dilakukan nantinya diberikan kepada penegak hukum dalam bentuk rekomendasi. Selanjutnya, rekomendasi psikolog sepenuhnya menjadi hak penegak hukum.

Kemudian, digunakan atau tidak dalam kelanjutan penyidikan bukan lagi kewenangan psikolog yang bersangkutan. Dengan demikian, menurut Nael,hasil pemeriksaan psikologi tersebut bisa menjadi alat bukti atau bisa pula tidak. Namun menurut Nael, biasanya rekomendasi itu menjadi pertimbangan penegak hukum sebagai landasan untuk menentukan sikap berikutnya.

“Rekomendasi psikolog forensik digunakan atau tidak memang kewenangan sepenuhnya dari penegak hukum. Kami tidak bisa klaim bahwa rekomendasi tersebut mempengaruhi atau tidak jalannya penyidikan. Namun, rekomendasi itu memang dijadikan pertimbangan,” papar Nael.

Hanya saja, Nael melihat ada tantangan yang perlu diatasi dalam penerapan psikologi di dunia hukum. Hal ini menurutnya lantaran adanya perbedaan paradigma keilmuan. Ia mengatakan, dalam ilmu hukum ada pengakuan keberlakuan yurisprudensi. Artinya, kasus serupa yang terjadi di masa lalu menjadi rujukan dalam penanganan kasus yang sedang didalami.

Sementara itu, psikologi memandang bahwa setiap perilaku yang terjadi membutuhkan pendekatan yang berbeda. Dengan demikian, bisa saja kasus yang terjadi terlihat mirip. Namun, jika ditelisik ada perbedaan dari psikologis pelaku, saksi, ataupun korbannya.

“Ya di sinilah mungkin tantangannya. Bagamaina hukum dan psikologi memiliki perspektif keilmuan maisng-masing,” tandasnya.

Tags:

Berita Terkait